Pertanyaan-pertanyaan Salah
Kata seorang filsuf, tidak ada pertanyaan yang salah,
pertanyaan yang salah adalah pertanyaan yang tidak ditanyakan, pertanyaan yang
disimpan dalam hati. Setelah umur saya melewati angka 30, saya menemukan apa
yang dikatakan filsuf ini tidak benar. Ternyata ada pertanyaan yang salah di
antaranya “Mengapa belum
menikah, apalagi yang ditunggu? Mengapa tidak menikah?” Buruknya, pertanyaan-pertanyaan
ini tidak hanya menjadi pertanyaan tahunan saat bertemu dengan keluarga besar
pada hari lebaran. Pertanyaan ini menjadi pertanyaan harian teman, kenalan, tetangga
bahkan jadi pertanyaan orang asing yang ingin mencairkan suasana.
Pertanyaan-pertanyaan ini secara tidak langsung menarasikan hidup
sendiri itu sangat menyedihkan. Hidup sendiri bisa membuat manusia lebih cepat terkena stres dan
rentan terkena penyakit kejiwaan, hal ini memang
ada benarnya. Selain teori kesehatan ada juga teori-teori lain yang muncul,
misalnya orang yang tidak menikah tidak akan mencium bau surga dan tidak ada yang
akan mendoakannya. Saya bayangkan betapa
sangat kesepiannya surga. Teori-teori tersebut akan membawa nama Tuhan,
kata-kata Tuhan dan hadits Nabi. Saya tidak mengerti mengapa mereka
mempermasalahkan hal ini, bukankah sudah jelas mereka tahu umur, rezeki dan jodoh
di tangan Tuhan. Mengapa saya jadi seperti mereka, bicara soal agama yang
sebenarnya saya juga kurang paham? Tapi kali ini, biarkan saya membenarkan diri
dalam hal ini, mengingat saya adalah orang yang sering ditimpa musibah
pertanyaan seperti ini.
Terus terang saya ingin bertanya pada si penanya, sebenarnya apa gunanya pertanyaan itu? Seberapa penting pertanyaan itu bagi si penanya? Mengapa menanyakan pertanyaan itu? Apakah hidup si penanya jauh lebih bahagia dari hidup orang yang ditanya? Apakah benar si penanya sangat bahagia dengan kehidupan seperti itu? Apakah si penanya pernah bertanya, kira-kira berapa jumlah perempuan dan laki-laki di dunia yang terpaksa menikah karena tekanan sosial, akibat dari pertanyaan-pertanyaan ini, padahal mereka belum siap. Saya bayangkan jika pertanyaan tentang nikah menikah seperti ini ditanyakan pada pemuda atau pemudi di bawah 21 tahun, bisa jadi pertanyaan-pertanyaan ini juga menjadi salah satu penyebab pernikahan dini.
Sebaiknya ketika bertemu dengan perempuan atau laki-laki single, pilihlah pertanyaan-pertanyaan ringan
yang konstruktif seperti “Sehat? Lancar kuliahnya? Lancar di kantor? Nanem apa
di rumah? Mau jalan-jalan ke mana tahun ini? Ada rencana lanjut sekolah? Sehat keluarga
semuanya? Kapan main ke rumah? Kapan wisuda?” Pertanyaan-pertanyaan ini bisa
mendorong sikap positif pemuda dan pemudi Indonesia.
Tulisannya Mak Jleb banget, kak. Kalo lebih panjang, dijamin makin ketjee. Hehee
ReplyDeleteMales orang baca nanti...ini dah enak 4 paragraf 350-500 kata, itu ada yang 1500, ada yang 2,500 kata, saya diprotes kepanjangan.
DeleteIni bahasan bukan untuk saya, saya masih kecil tapi bagus!!
ReplyDelete