Latihan Menilik: Kode Barthes dalam “Perasaan yang Sangat Ajaib Kosongnya”
Kode-kode Barthes
Komponen narattive theory milik
Barthes sangat membantu dalam menganalisis karya ini mengingat narasi ada pada
setiap karya seni, baik visual maupun tekstual. Teori ini memberi kebebasan
kepada penggunanya untuk berpikir di luar kotak atau berpikir di dalam kotak
dan membantu sang pengguna teori tahu di kotak mana ia berada. Barthes menyebutkan
lima kode yang ada dalam setiap naratif. With this theory I can travel far far away as far as my mind can think and
along the way I feel like I can play with the system of meaning tapi
mungkin karena aku belum menjelajahi teori-teori yang lain and probably bagimu
kode-kode ini kurang cocok untuk cerita yang aku bahas ini dalam halaman ini.
Enigma Code/Hermeneutic Code
Kode ini mengacu pada cara sebuah cerita dengan tidak memberi penjelasan pada elemen-elemen tertentu, cerita meninggal misteri di tangan pembaca. Seperti cerita “Perasaan yang Sangat Ajaib Kosongnya”, yang meninggalkan beberapa misteri dan menolak menyebutkan nama beberapa tokoh yang tidak berorbit dalam kehidupan tua Salimah. Salimah tidak sepenuhnya dijelaskan, apa pekerjaannya saat masih muda dan bagaimana latar keluarga dan pendidikannya, mengingat ia menikah dua kali dengan laki-laki yang berstatus, pertama dengan lelaki berdarah kolonial dan seorang dokter. Mengapa Salimah tidak pergi ke Belanda setelah kedua orang tuanya meninggal? Sahabat Frits bahkan tidak disebukan namanya. Bagaimana sebenarnya hubungan Salimah dengan anak angkatnya? Apa yang terjadi padanya? Siapa nama anak angkatny? Tokoh Inem yang menjadi bagian penting tidak dibahas banyak, mengapa ia betah sampai 10 tahun melayani majikanya? Apakah perasaan Salimah kosong karena mendengar nasib anaknya atau tahu karena menyadari ia menyukai lelaki muda itu?
Ketegangan atau peristiwa-peristiwa dalam cerita yang membuat pembaca bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya. Kode aksi ditunjukkan dengan dengan kuat terutuma pada halaman pertama dan terakhir. Dialog Salimah dengan Inem, di mana Salimah sedang menunggu dengan tidak sabar kedatangan seseorang yang telah lama ia nanti, suara-suara di luar menjadi lebih sensitif. Pada halaman terakhir, saat Salimah memeluk seorang lelaki yang ia kira anak kandungnya. Setelah meraba tubuh lelaki itu, seperti ada isyarat “friksi perempuan dan laki-laki”. Ia tidak merasakan tubuh anaknya. Ia merasakan tubuh lelaki. Penutup adalah klimaks persis seperti cara Eka Kurniawan menutup cerita Lelaki Harimau.
Semantic Code
Makna emosi kata-kata dalam suatu cerita sebagai tambahan makna. Misalnya seperti alat-alat yang disajikan dalam cerita membawa tambahan makna untuk menciptakan suatu kesan, latar atau membentuk budaya di mana cerita itu terjadi. Setiap pembaca akan memilih kode semantik tersendiri dalam suatu cerita atau narasi. Kode semantik yang sangat gamblang diperlihatkan oleh cerita ini adalah cermin, keriput, lipstik. Tiga kata ini seperti “family words” terutama untuk kami perempuan. Keriput lekat dengan perasaan takut, cermin menggambarkan insecurity seorang manusia terhadapa bentuk fisiknya sendiri, lipstik di sini sebagai penegak hak kecantikan seorang perempuan. Selain itu, mode transportasi yang disebutkan membuat perpisahan dengan suami pertama dan anaknya terdengar lebih dramatis.
Symbolic Code/Strauss’ binary opposite
Kode simbol sangat mirip dengan kode semantik, namun kode ini cederung lebih umum. Kode ini juga disebut sama seperti Strauss’ binary opposite dalam hukum semesta. Binary opposite menjelaskan bagaimana dua hal yang berlawan ada, meskipun berlawanan keduanya harus ada untuk satu sama lain. Misalnya seperti siang dan malam, lelaki-perempuan, manusia-alam, lemah-kuat. Teori ini sering disusun dalam cerita di sekitar konflik-konflik yang ingin ditekankan. Binary opposite yang sangat kuat digunakan dalam cerita ini adalah tua dan muda. Perbandingan-perbandingan ini muncul di berbagai paragraf. Terlebih lagi, tua dan muda adalah kata sifat yang paling sering digunakan.
Cultural Code
Ini kode yang paling saya sukai karena kode ini membebaskan pembaca untuk memikirkan hal-hal di luar cerita itu sendiri, membawa pembaca ke dunia nyata, pada karya sastra (fiksi atau non fiksi), lukisan, film, buku, agama dan budaya. Ini juga membawa pembaca ke dalam segala sesuatu yang membentuk kerangka fakta yang sering kali dianggap sebagai dasar dari kebenaran.
Karya ini sebenarnya sangat feminist,
apalagi ditulis pada era 1970-1980 di mana sebagian besar perempuan Indonesia
mungkin tidak terlalu sering mengenakan celana dan mengangkat kehidupan seorang
janda yang mandiri, menikah dua kali, baik hati dan memiliki pekerja yang telah
menemaninya lebih dari 10 tahun. Namun dalam budaya, janda dipenjara dalam
berbagai stereotype. Misalnya janda
tidak mandiri dan selalu dikasihani, janda tidak punya teman. Dan biasanya,
setelah suami meninggal, undangan pertemuan akan berkurang. Selain itu, cerita ini juga mengangkat hak
kecantikan perempuan yang dirampas oleh budaya saat itu seiring dengan
bertambahnya. Tua berarti tidak bersolek atau tidak fashionable. Orang tua harus memakai pakaian yang sesuai dengan
umurnya. Salimah merasa malu membeli lipstick, ia berbohong kepada penjual
untuk menutupi rasa malu yang dibangun oleh budayanya sendiri. Dengan jujur cerita ini juga merekam perasan
perempuan sebagai mahluk yang sangat visual, bila tidak ada laki-laki di
dunia ini, naluri untuk tetap cantik akan selalu ada, ingin melakukan dan
memperlihatkan yang terbaik untuk orang yang ia cintai. Melalui karakter tua,
cerita ini menampilkan kerinduan perempuan pada kecantikan masa muda yang tidak
bisa ia kembalikan. Budaya juga telah menekan mungkin bahkan merampas hak-hak
orang tua untuk jatuh cinta atau menikah lagi. “Udah bau tanah masih aja mau
nikah lagi.” Menikah di usia yang sangat tua kurang lazim, khususnya di
Indonesia.
Kode-kode semantik seperti cermin mengingatkanku pada cermin ajaib yang menjadi lambang ketakutan pada penuaan. Orang Sasak sering berkata, “Dendeq bekace lalo, jongangme laun!” karena mungkin tetua dulu sudah tahu bahwa apa yang kita lihat pada cermin adalah wajah kita saat dilihat orang lain. Kiri jadi kanan, kanan jadi kiri. Further, cermin yang kita gunakan bukan cermin asli. Sementara kode-kode aksi seperti friksi antara perempuan dan laki-laki (saat Salimah memeluk lelaki yang ia piki r buah hatinya), dan tahi lalat sebagai penanda membawaku pada kisah Dayang Sumbi dan Sangkuriang. Hati perempuan tahu apa itu benar.
Sedikit tambahan tentang cinta
Cinta adalah tema yang saya
yakini tidak akan pernah mati dalam hidup manusia. Pun bila manusia habis
dimakan bencana, saya berani bertaruh cinta akan tetap ada. Bisa dikatakan
bahwa cinta adalah salah satu materi dasar kehidupan semesta yang diciptakan
Tuhan. Walaupun demikian, tokoh-tokoh nihilist
mengatakan bahwa mencintai adalah skill manusia
yang paling penting tapi (kita) manusia tidak bisa menggunakannya dengan baik.
Perasaan yang Luar Biasa Kosongnya memberi
ruang pada hampir semua jenis cinta seperti cinta pada sesama, cinta ibu (family love), erotic love, self-love kecuali cinta kepada Tuhan[1].
Jenis-jenis cinta |
Keterangan |
Cinta
sesame |
Salimah
mengangkat anak, Salimah dan Inem |
Cinta Ibu |
Salimah dan Frits |
Erotic Love |
Salimah,
Rudolf Jensen, Sukarna, Sahabat Frits |
Self-love |
Salima dan dirinya sendiri |
Love of God |
Ada |
Sebagai seorang perempuan yang
sudah hidup lebih dari 30 tahun, aku merasa semakin tua semakin susah untuk
jatuh cinta walaupun saya tahu bagaimana cara mencintai dengan baik.
Note: Hal-hal yang aku dilamunkan setelah membaca cerita ini, traditional love vs modern
love, peta struktur cerita pentek (exit and entrance to the past and present), aku
masih punya masalah dalam membedakan narrative
dan story. Tulisan ini adalah tugas menilik di Akar Pohon.
Kenapa ngak analisis biasa2 aja hehe.
ReplyDeleteWowwww
ReplyDelete