Pemimpin-Pemimpin dan Bertamu Ke Markas Besar PBB


Saya belum pernah bertemu dengan Gubernur NTB, Gubernur tanah tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Walaupun pernah dijadwalkan untuk audensi beberapa kali, sepertinya selalu ada hal yang lebih penting dari pada menerima kedatangan saya dan teman-teman saya. Saat saya masih kecil, setiap kali presiden berkunjung ke Lombok, guru SD saya akan menyuruh anak-anak murid untuk membuat bendera merah putih dari kertas layang. Bersama dengan murid-murid yang lain saya berdiri melambaikan bendera di tepi jalan, tentu saja saya tidak pernah melihat wajah presiden di dalam mobilnya, yang terdengar hanya suara sirine dari mobil-mobil yang mengiringinya. Tubuh saya pendek dan kecil, lebih kecil dari ukuran rata-rata anak seumur saya, jadi sangat gampang didorong atau ditarik ke belakang, apalagi pada zaman itu belusukan belum menjadi trend di kalangan pemimpin seperti sekarang. Bahkan saat kuliah di Universitas Mataram saya hanya bertemu dengan rektor satu kali dan hanya pada saat wisuda.

Walapun jarang bertemu dengan pemimpin-pemimpin negeri sendiri, saya sering berkesempatan bertemu dengan pemimpin-pemimpin dari negeri asing. February 2016, saya bertemu dengan Gubernur Iowa, the longest American Governor in American History. Namanya Terry Branstad. Ia telah menjabat sekitar 30 tahun, saya menemukan Gubernur Iowa ini sedang duduk di depan sebuah meja yang di atasnya tersusun buku-bukunya. Tidak terlihat satupun bodyguard yang berdiri di sekitarnya. Dengan percaya diri saya mendekat ke meja tersebut, sebelum mengucapkan salam, ia dengan ramah menyapa terlebih dahulu mencoba mengucapkan nama saya dengan sebaik-baiknya. Karena saya harus menghadiri berbagai sesi, pertemuan kami singkat, saya hanya menceritakan bahwa saya dari Pulau Lombok, Indonesia dan sedang belajar di Iowa. Saya juga menceritakan sejak tinggal di Iowa saya jadi lebih menghargai matahari. Sebelum pergi, ia memberikan saya bukunya yang berjudul Iowa’s Record Setting Governor. Selain gubernur ini, saya juga pernah bertemu dengan Mayor/Walikota Kota Roma pada tahun 2010. Dalam pertemuan itu, ia hanya memberi sambutan singkat sekitar 15 menit. Bagian yang paling menarik adalah melihatnya membantu peserta Indonesia mengangkat koper ke dalam bagasi Bis. Pemimpin favorit saya adalah rektor Kirkwood College tempat saya sekolah dulu, namanya Mick Starcevich. Dalam Setiap acara kampus, lelaki ini selalu hadir menyapa mahasiswa. Setiap siang tidak jarang saya menemukannya makan bersama tukang bersih kampus.

Terry Branstad, Gubernur Iowa, ICMA Conference 

Pemimpin lain yang pernah saya temui adalah Ban Ki Moon, Sekjen PBB. Saya bertemu denganya di Bali dalam konferensi United Nation Alliance of Civilization (UNAOC) 2014. Sekjen PBB dari Korea ini tidak hanya rendah hati tapi juga punya selera humor yang membuat para peserta conference tidak ngantuk. Saat meninggalkan acara makan malam, Ban Ki Moon menyempatkan diri untuk berjabat tangan dengan kami.




Tahun 2016 saya berkunjung ke kantor pusat PBB New York dua kali. Pertama untuk bertemu dengan salah satu executive kepemudaan yang mengurus UNAOC Conference 2016 yang diadakan di Baku, Azerbaijan. Kebetulan saya terpilih menjadi team assessor di mana saya harus mereview aplikasi dari 11 negara dan memilih dua perwakilan dari setiap negara tersebut (Sombong). Yang kedua adalah untuk tour yang telah dijadwalkan oleh Community College Consortium. Persatuan Bangsa Bangsa membuka tour untuk umum di mana pengunjungnya diharuskan datang sekitar 30 menit sampai 1 jam sebelumnya. Pengamanannya juga sangat ketat, lebih ketat dari pada pengamanan di bandara-bandara Amerika pada umumnya. Untuk pengunjung dari luar US ada bebrapa dokumen yang harus dibawa. UN Security Pass atau tiket masuk gedung ini bisa didapatkan di Visitor Check-in Office, 801 First Avenue, tepat di sebelah gedung utama PBB. Ticketnya tidak terlalu mahal, USD 15 untuk mahasiswa, untuk umum sekitar USD 22.


Sebelum memasuki gedung tersebut, public artnya sudah mencuri perhatian saya. Tentu saja saya tidak bisa mengambil banyak gambar karena waktu kunjungan dibatasi oleh tim CCC, mengingat jadwal yang terlallu padat. Saat memasuki lobby gedung, group saya disambut oleh seorang guide yang lancar berbicara dalam tiga bahasa. Ia memulai tour dengan menunjukkan gambar laki-laki yang pernah memimpin PBB. Kami beralih ke aula-aula besar diantaranya The General Assembly Hall, The Security Counsil Chamber, The Trusteeship Concil Chamber dan The Economic and Social Council Chamber. Setiap aula ini memiliki gaya tersendiri, beberapa diantaranya dibangun berdasarkan ciri khas negara penyumbangnya.

Gedung ini seperti museum sejarah dan museum seni. Terdapat berbagai peninggalan dari Hirosima dan Nagasaki, terpampang pula photo-photo acktivis dunia, berbagai poster digital yang berisi Millennium Development Goals (1990-2015) dan The Sustainable Development Goals yang menjadi agenda UN hingga tahun 2030.  Berbagai benda seni dan pahatan dari 193 negara aggota PBB membuat saya merasa kekurangan waktu. Setelah tour selesai, kami naik ke lantai dua untuk mendapatkan stamp dan membeli beberapa UN souvenirs. 

Comments

  1. zi.......proud of you dear!!!!!!!!

    ReplyDelete
  2. I am proud of you as well Mbakku....

    ReplyDelete
  3. Sy sgt kagum atas keberhasilan mu zi.. Smg kelak ank sy nasibx sm seperti mu..

    ReplyDelete
  4. Saya pernah ketemu pak RT, beberapa kepala desa, tapi paling banyak bertemu dengan pemimpin Rumah tangga

    ReplyDelete
  5. Saya pernah ketemu pak RT, beberapa kepala desa, tapi paling banyak bertemu dengan pemimpin Rumah tangga

    ReplyDelete
  6. Saya sering ketemu kepala dusun, kalau buat acara comdev ngak perlu buat janji...pemimpin rumah tangga??? no ideas how they look like.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa