Personal-Need Translation: Kwatrin Kwatrin Umar Khayyam

Seperti bisnis yang lain permintaan translasi juga turun drastis karena Covid-19, berminggu-minggu tak ada dokumen penting masuk ke inbox untuk diterjemahkan—kesepian. Saya pun mengatasinya dengan menerjemahkan buku kumpulan puisi Umar Khayyam yang berjudul Rubaiyat. Sebelumnya, buku ini dialih bahasakan oleh Edward Fitzgerald ke dalam Bahasa Inggris dari Bahasa Arab. Karena saya tidak bisa Bahasa Arab jadi saya melakukan translasi dari hasil terjemahaan Fitzgerald ke dalam Bahasa Indonesia.

Puisi adalah karya sastra yang paling menantang untuk diterjemahkan. Sebelum menerjemahkan puisi, biasanya saya akan membaca kisah hidup dan latar belakang penulisnya untuk merasakan latar-latar dalam puisinya. Translating poems indeed involved feelings. Kata seorang Professor yang menolak untuk disebutkan namanya, “Menerjemahkan puisi hampir sama seperti membuat puisi baru, karena penerjemah dituntut tidak hanya mengetahui makna literal tetapi juga mengerti struktur, metafora dan bunyi yang membentuk nilai-nilai estetika dan kesasteraan sebuah puisi.” Dengan kata lain penerjemah diharapkan mampu menyediakan makna, gaya, padanan kata yang sesuai dengan bahasa sasaran di mana proses translasi sendiri bergantung pada penguasaan bahasa dan kedewasaan sastra yang dimiliki oleh penerjemah. Meskipun demikian, kenyataannya there’s always something lost in translation yang biasanya disebabkan oleh bahasa itu sendiri dan atau oleh penerjemah sendiri. Tidak semua kata dalam satu bahasa memiliki padanan yang tepat atau memiliki terjemahaan dalam bahasa sasaran yang membuat proses translasi menjadi dilematis yang membuat penerjemah harus memilih kata yang mengandung makna terdekat.

Dalam memilih dan memilah karya yang ingin saya terjemahkan saya harus memastikan apakah karya tersebut masuk kedalam public domain atau tidak. Public domain adalah karya-karya yang bisa digunakan oleh siapapun karena hak cipta sudah berakhir atau sudah expired. Karya-karya klasik atau yang sudah berumur lebih dari 70 tahun biasanya masuk kedalam public domain seperti Rubaiyat yang ditulis pada abad ke 11. Selain itu, pemilik hak cipta juga bisa dengan sengaja memasukkan buku-buku mereka ke dalam public domain walaupun karya mereka terbilang cukup baru dengan tujuan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk menggunakan atau membaca karya-karyanya.

Rubaiyat dalam Bahasa Indonesia berarti Kwatrin atau bait yang terdiri dari empat baris dengan berbagai jenis rima. Kwatrin diserap dari Bahasa Prancis “quatre.” Dalam Rubaiyat, Umar menggunakan hampis semua jenis Kwatrin yang ada seperti alternating quatrain (abab), envelope stanza (abba), in memoriam stanza atau iambic tetramenter, redondilla dan jenis kwatrin yang lain. Penggunaan berbagai jenis kwatrin menjadi pertimbangan yang kuat dalam memilih kata untuk menghasilkan translasi atau bait-bait yang berima. Rubaiyat terdiri dari 75 kwatrin yang diikuti dengan ilustrasi khas Persia yang merupakan asal penulisnya. Di Persia, Umar Khayyam sendiri lebih dikenal sebagai seorang pilsuf, astronomer dan matematikawan yang menemukan teori binomial theorem. Hingga pada tahun 1859 Fitzgerald memperkenalkannya ke dunia sebagai seorang penyair dan bukunya sampai di tangan saya. Bait-bait dalam buku ini memiliki makna yang acak, di mana skeptis, hedonis dan agnostik ditampilkan dan kemudian kebijaksanaan dan Tuhan mengambil peran. Bait-bait ini seperti perjalanan iman manusia yang lazim pasang surut dalam keseharian.



Rubáiyát of Omar Khayyám
Kwatrin oleh Ummar Khayyam

I.
Awake! for Morning in the Bowl of Night
Has flung the Stone that puts the Stars to Flight:
And Lo! the Hunter of the East has caught
The Sultán’s Turret in a Noose of Light.

BANGUNLAH! demi pagi pada Mangkok malam
Batu terlempar membuat Bintang-bintang Beterbangan
Dan Nah! Pemburu Timur telah menawan
Kubah Sultan dalam Jerat Kilauan.

II.
Dreaming when Dawn’s Left Hand was in the Sky,
I heard a Voice within the Tavern cry,
“Awake, my Little ones, and fill the cup
Before Life’s Liquor in its Cup be dry.”

Bermimpi saat Tangan Kiri Fajar berada di Langit
Aku dengar secercah suara dalam tangis kedai,
“Bangun, anak-anakku, dan isilah Cawan
Sebelum kehidupan miras dalam Cawan mengering.”

III.
And, as the Cock crew, those who stood before
The Tavern shouted—“Open then the Door!
You know how little while we have to stay,
And, once departed, may return no more.”

Dan, seperti sekawan Ayam Jantan, mereka berdiri di hadapan
Kedai berteriak—“Buka pintunya!
Kamu tahu kami harus singgah sementara,
Dan, sekali pergi, mungkin tak akan kembali lagi.”

IV.
Now the New Year reviving old Desires,
The thoughtful Soul to Solitude retires,
Where the White Hand of Moses on the Bough
Puts out, and Jesus from the Ground suspires.

Kini Tahun Baru membangkitkan gairah tua
Jiwa bijaksana menuju kesendirian purna
Di mana Tangan Putih Musa di atas Dahan
Tanggal, dan dari Tanah nafas Isa menghela

V.
Irám indeed is gone with all its Rose,
And Jamshýd’s Sev’n-ring’d Cup where no one knows:
But still the Vine her ancient Ruby yields,
And still a Garden by the Water blows.

Memang kemarahan pergi dengan semua mawarnya.
Dan tak seorangpun tahu Cawan tujuh cincin Jamshyd berada
Namun Anggur Rubi kuno masih berimbal hasil,
Dan masih berupa taman di tepi Air mengalir.

VI.
And David’s Lips are lockt; but in divine
High-piping Péhlevi, with “Wine! Wine! Wine!
Red Wine!”—the Nightingale cries to the Rose
That yellow Cheek of hers to incarnadine.

Dan Bibir Daud terkunci; namun dalam ilahi
Péhlevi melengking tinggi “Anggur! Anggur! Anggur!
Anggur Merah!”—Bulbul menangis pada mawar
sebab kuning pipinya memerah jambu

VII.
Come, fill the Cup, and in the Fire of Spring
The Winter Garment of Repentance fling:
The Bird of Time has but a little way
To fly—and Lo! the Bird is on the Wing.

Kemarilah, isi Cawan ini, dan dalam Api Musim Semi
Selimut Musim Dingin Penyesalan pergi
Burung Waktu punya sedikit cara
Untuk terbang—dan Nah! Burung itu di atas Sayapnya.

VIII.
And look—a thousand blossoms with the Day
Woke—and a thousand scatter’d into Clay:
And this first Summer Month that brings the Rose
Shall take Jamshýd and Kaikobád away.

Dan lihat—seribu mekar dengan hari
Bangun—dan seribu tersebar jadi tanah liat
Dan Bulan Pertama Musim Semi membawa Mawar
Akan mengambil Jamshyd dan Kakobad

IX.
But come with old Khayyám and leave the Lot
Of Kaikobád and Kaikhosrú forgot:
Let Rustum lay about him as he will,
Or Hátim Tai cry Supper—heed them not.

Tapi datanglah dengan Khayyam tua dan tinggalkan limpah
Kaikobad dan Kaikhosru lupa:
Biarkan Rustum menyerangnya semaunya,
Atau Hatim Tai menangisi jamuan—tanpa mengindahkan mereka.

X.
With me along some Strip of Herbage strown
That just divides the desert from the sown,
Where name of Slave and Sultán scarce is known,
And pity Sultán Máhmúd on his Throne.

Bersamaku sepanjang menelanjangi rerumputan beterbaran
Yang membagi gurun dari penyemaian
Di mana nama Sahaya dan Sultan jarang terdengar
Dan di Singgasananya Sultan Mahmud menyedihkan

XI.
Here with a Loaf of Bread beneath the Bough,
A Flask of Wine, a Book of Verse—and Thou
Beside me singing in the Wilderness—
And Wilderness is Paradise now.

Di sini dengan Sepotong Roti di bawah Dahan
Sebotol Anggur, sebuah Buku Ayat—dan Engkau
Di sampingku menyanyi dalam Liar—
Dan sekarang Liar adalah Surga.

XII.
“How sweet is mortal Sovranty”—think some:
Others—“How blest the Paradise to come!”
Ah, take the Cash in hand and waive the Rest;
Oh, the brave Music of a distant Drum!

“Betapa manisnya jaminan fana”—pikirkan beberapa:
Yang Lain—“Betapa berkah surga yang akan tiba!”
Ah, ambil tunai di tangan dan tenunlah sisanya;
Oh, Musik pemberani sebuah Gendang yang jauh.

XIII.
Look to the Rose that blows about us—“Lo,
Laughing,” she says, “into the World I blow:
At once the silken Tassel of my Purse
Tear, and its Treasure on the Garden throw.”

Lihatlah Mawar yang meniup tentang kita—"Nah,
Tertawa,” ia berkata,”ke dalam Dunia aku bertiup:
Sekali Rumbai sutra tasku
tercabik, dan Karunnya di taman buangan.”

XIV.
The Worldly Hope men set their Hearts upon
Turns Ashes—or it prospers; and anon,
Like Snow upon the Desert’s dusty Face
Lighting a little Hour or two—is gone.

Harapan Duniawi manusia menyalakan Hati pada
Ternyata Abu—atau harapan beruntung; dan segera,
Seperti Salju pada wajah gurun yang berdebu
Menyinari satu jam atau dua—pergi

XV.
And those who husbanded the Golden Grain,
And those who flung it to the Winds like Rain,
Alike to no such aureate Earth are turn’d
As, buried once, Men want dug up again.

Dan mereka yang bersuami biji emas
Dan mereka yang melemparnya pada Angin seperti Hujan
Tidak Sama seperti Bumi berlapir emas yang berubah
Seakan, terkubur sekali, Manusia ingin menggali lagi

XVI.
Think, in this batter’d Caravanserai
Whose Doorways are alternate Night and Day,
How Sultán after Sultán with his Pomp
Abode his Hour or two and went his way.

Pikirkan, dalam Caravaserai adonan ini
Yang Memiliki Jalan keluar masuk pengganti siang dan malam
Bagaimana Sultan setelah Sultan dengan kemegahannya
Membait satu atau dua jamnya dan memilih jalannya sendiri.

XVII
They say the Lion and the Lizard keep
The Courts where Jamshýd gloried and drank deep:
And Bahrám, that great Hunter—the Wild Ass
Stamps o’er his Head, and he lies fast asleep.

Mereka berkata sang Singa dan Cicak menjaga
Pengadilan di mana Jamshyd menang dan mabuk berat:
Dan Bahram, Pemburu hebat—Keledai Liar
Menginjak Kepalanya, dan ia berbaring tidur cepat. 

XVIII.
I sometimes think that never blows so red
The Rose as where some buried Cæsar bled;
That every Hyacinth the Garden wears
Dropt in its Lap from some once lovely Head.

Aku terkadang berpikir tak pernah bertiup sangat merah
Mawar seakan terkubur Raja berdarah
Sebab setiap kayu akut dipakai taman
Jatuh ke Pangkuannya dari Kepala indah

XIX.
And this delightful Herb whose tender Green
Fledges the River’s Lip on which we lean—
Ah, lean upon it lightly! for who knows
From what once lovely Lip it springs unseen!

Dan rempah naim yang Hijau lembut
Tumbuh di Bibir Sungai tempat kita bersandar—
Ah, bersandar padanya dengan erat! Siapa yang tahu
Dari mana Bibir indah bersemi halus!


XX.
Ah, my Belovéd, fill the cup that clears
To-day of past Regrets and future Fears—
To-morrow?—Why, To-morrow I may be
Myself with Yesterday’s Sev’n Thousand Years.

Ah, Sayangku, isi Cawan yang mencerahkan
Hari-ini dari Penyesalan masa lalu dan ketakutan masa depan—
Besok?—Mengapa, Besok mungkin aku
Diriku dengan 7,000 tahun kemarin.

XXI.
Lo! some we loved, the loveliest and the best
That Time and Fate of all their Vintage prest,
Have drunk their Cup a Round or two before,
And one by one crept silently to Rest.

Nah! apa yang kita cintai, yang terindah dan terbaik
Karena Waktu dan Takdir semua pilihan mereka ada
Telah minum satu gelas atau dua sebelumnya,
Dan satu demi satu merangkak diam-diam untuk beristirahat.

XXII.
And we, that now make merry in the Room
They left, and Summer dresses in new Bloom,
Ourselves must we beneath the Couch of Earth
Descend, ourselves to make a Couch—for whom?

Dan kami, yang sekarang membuat kemeriahan di dalam ruang
Mereka pergi, dan Musim Panas bergaun dalam mekar baru
Kami sendiri harus berada di bawah sofa Bumi
Turun, kami sendiri membuat Sofa—untuk siapa?

XXIII.
Ah, make the most of what we yet may spend,
Before we too into the Dust descend;
Dust into Dust, and under Dust, to lie,
Sans Wine, sans Song, sans Singer, and—sans End!

Ah, gunakan dengan baik apa yang mungkin belum kita habiskan
Sebelum kami juga masuk pada debu turun;
Debu ke dalam Debu, dan di bawah Debu, berbaring,
Tanpa Anggur, tanpa Lagu, tanpa Biduan, dan—tanpa Akhir!

XXIV.
Alike for those who for To-day prepare,
And those that after a To-morrow stare,
A Muezzín from the Tower of Darkness cries,
“Fools! your Reward is neither Here nor There!”

Seperti mereka yang mempersiapkan hari ini,
Dan mereka yang menatap hari setelah esok
Seorang Muazin dari Menara Kegelapan berteriak,
“Bodoh! Pahalamu tidak di sini dan di sana!”

XXV.
Why, all the Saints and Sages who discuss’d
Of the Two Worlds so learnedly, are thrust
Like foolish Prophets forth; their Words to Scorn
Are scatter’d, and their Mouths are stopt with Dust.

Mengapa, semua orang suci dan orang bijak yang berdiskusi
Dua Dunia dengan sangat terpelajar, terdorong
Seperti keempat Nabi-nabi bodoh; Kata-kata mereka dicemooh
Tersebar, dan Mulut mereka dihentikan dengan Debu.

XXVI.
Oh, come with old Khayyám, and leave the Wise
To talk; one thing is certain, that Life flies;
One thing is certain, and the Rest is Lies;
The Flower that once has blown forever dies.

Oh, datanglah dengan Khayyam tua, dan tinggalkan Bijaksana
Untuk bicara; satu hal yang pasti, bahwa Kehidupan berlalu;
Satu hal yang pasti, dan sisanya adalah dusta;
Bunga yang pernah tertiup mati selamanya.

XXVII.
Myself when young did eagerly frequent
Doctor and Saint, and heard great Argument
About it and about: but evermore
Came out by the same Door as in I went.

Diriku waktu muda bersemangat sangat
Doktor dan orang suci, dan terdengar debat hebat
Tentang hal tersebut and tentang: tapi bahkan
Keluar dari Pintu yang pernah kumasuki

XXVIII.
With them the Seed of Wisdom did I sow,
And with my own hand labour’d it to grow:
And this was all the Harvest that I reap’d—
“I came like Water, and like Wind I go.”

Dengan mereka biji bijaksana aku tebarkan
Dan dengan tanganku kuasuh tumbuh:
Dan ini adalah Panen yang aku tuai
“Aku datang seperti Air, dan aku pergi seperti Angin.”

XXIX.
Into this Universe, and why not knowing,
Nor whence, like Water willy-nilly flowing:
And out of it, as Wind along the Waste,
I know not whither, willy-nilly blowing.

Dalam Semesta, dan tanpa tahu mengapa,
Atau dari mana, seperti Air yang mau tak mau harus mengalir:
Dan di luar itu, laksana Angin sepanjang buang
Aku tak tahu lelah, mau tak mau harus bertiup. 

XXX
What, without asking, hither hurried whence?
And, without asking, whither hurried hence!
Another and another Cup to drown
The Memory of this Impertinence!

Apa, tanpa bertanya, bergegas kemari dari mana?
Dan, tanpa bertanya, layu karenya!
Satu persatu Cawan ditenggelamkan
Kenangan kelancangan ini!

XXXI
Up from Earth’s Centre through the Seventh Gate
I rose, and on the Throne of Saturn sate,
And many Knots unravel’d by the Road;
But not the Knot of Human Death and Fate.

Jauh dari Pusat Bumi melalui Tujuh gerbang
Aku berdiri, dan puas di atas Singgasana Saturnus,
Dan Simpul dibuka melalui Jalan;
Namun bukan simpul kehidupan dan kematian.

XXXII
There was a Door to which I found no Key:
There was a Veil past which I could not see:
Some little talk awhile of Me and Thee
There seemed—and then no more of Thee and Me.

Ada sebuah Pintu ke mana aku tak menemukan Kunci:
Ada sebuah Tudung masa lalu yang tak bisa kulihat:
Percakapan ringan singkat Kau dan Aku
Sepertinya—dan kemudian tak ada Kau dan Aku

XXXIII
Then to the rolling Heav’n itself I cried,
Asking, “What Lamp had Destiny to guide
Her little Children stumbling in the Dark?”
And—“A blind Understanding!” Heav’n replied.

Kemudian Aku tagisi Surga yang berputar sendiri,
Bertanya,”Cahaya Apa yang diarahkan Takdir
Pada Anak-anak kecilnya yang terperangkap dalam Gelap?”
Dan—“Pemahaman buta!” jawab Surga.

XXXIV.
Then to the earthen Bowl did I adjourn
My Lip the secret Well of Life to learn:
And Lip to Lip it murmur’d—“While you live
Drink!—for once dead you never shall return.”

Pada Mangkok tanah yang Aku tangguhkan
Bibirku Sumur rahasia kehidupan yang dipelajari:
Dan bibir ke bibir menggerutu—“Saat kau hidup
Minumlah!—sekali mati tak akan pernah kembali.”

XXXV.
I think the Vessel, that with fugitive
Articulation answer’d, once did live,
And merry-make; and the cold Lip I kiss’d
How many kisses might it take—and give!

Aku pikir Wadah, dengan kiasan
Artikulasi menjawab, dulu aku hidup
Dan gembira; dan Bibir dingin yang I kecup
Berapa banyak kecupan yang diberikan—dan diterima!

XXXVI.
For in the Market-place, one Dusk of Day,
I watch’d the Potter thumping his wet Clay:
And with its all obliterated Tongue
It murmur’d—“Gently, Brother, gently, pray!”

Di pasar, pada hari Senja,
Aku melihat Tukang Gerabah menghentak-hentakkan Tanah Liat basah
Dan dengan Lidahnya yang melenyapkan
Menggerutu—“Dengan lembut, Saudara, Lembut, berdoa!”


XXXVII.
Ah, fill the Cup:—what boots it to repeat
How Time is slipping underneath our Feet:
Unborn To-morrow and dead Yesterday,
Why fret about them if To-day be sweet!

Ah, isi Cawannya:—Apa yang hidup diulangi
Bagaimana Waktu menyelinap di bawah Kaki kita:
Esok yang belum lahir and Hari Kemarin yang mati,
Mengapa resah karena mereka jika Hari ini Indah!

XXXVIII.
One Moment in Annihilation’s Waste,
One Moment, of the Well of Life to taste—
The Stars are setting and the Caravan
Starts for the Dawn of Nothing—Oh, make haste!

Satu saat dalam Limbah Pemusnahan
Satu saat, mengecap Sumur Kehidupan
Bintang-bintang tenggelam dan Kafilah
Bergerak demi Fajar Ketiadaan—Oh keraguan!

XXXIX.
How long, how long, in definite Pursuit
Of This and That endeavour and dispute?
Better be merry with the fruitful Grape
Than sadden after none, or bitter, Fruit.

Berapa lama, berapa lama, dalam Pengejaran pasti
Ini dan perjuangan keras dan perselisihan?
Lebih baik gembira dalam Anggur keuntungan
Dari pada terluka setelah ketiadaan, atau Buah, pahit.  

XL.
You know, my Friends, how long since in my House
For a new Marriage I did make Carouse:
Divorced old barren Reason from my Bed,
And took the Daughter of the Vine to Spouse.

Tahukah kau, Teman-temanku, berapa lama sejak di Rumah
Aku minum gembira demi Pernikahan baru:
Dicerai Alasan tua tak berarti dari Tempat tidurku,
Dan mengambil Anak Anggur jadi pendamping.

XLI.
For “Is” and “Is-not” though with Rule and Line,
And “Up-and-down” without, I could define,
I yet in all I only cared to know,
Was never deep in anything but—Wine.

Demi “Ya” dan “Bukan” meskipun Garis dan Aturan,
Dan “Jatuh-dan-Bangun” tanpa, bisa kujelaskan,
Namun aku sepenuhnya hanya ingin tahu,
Tak pernah berada jauh dalam apapun kecuali—Anggur

XLII.
And lately by the Tavern Door agape,
Came stealing through the Dusk an Angel Shape
Bearing a Vessel on his Shoulder; and
He bid me taste of it; and ’twas—the Grape!

Dan belakangan ini di tepi Pintu Kedai yang menganga
Datang mencuri melalui Senja Berbentuk Dewa
Mengemban Wadah pada pundaknya; dan
Ia menawariku rasanya; dan itu—Anggur!

XLIII.
The Grape that can with Logic absolute
The Two-and-Seventy jarring Sects confute:
The subtle Alchemist that in a Trice
Life’s leaden Metal into Gold transmute.

Anggur yang berkaleng logika mutlak
Dua-dan-Tuju Puluh Mazhab menggelegar menolak
Alkemis cerdik dalam Sekejap
Mengubah Logam kelam kehidupan jadi Emas

XLIV.
The mighty Máhmúd, the victorious Lord
That all the misbelieving and black Horde
Of Fears and Sorrows that infest the Soulkapa
Scatters and slays with his enchanted Sword.

Mahmud yang mulia, Tuan kemenangan
Yang salah percaya sepenuhnya dan Ketakutan
Dan Kesedihan Kuda hitam yang menduduki Soulkapa
Berserak dan membunuh dengan Pedang bertuah

XLV.
But leave the Wise to wrangle, and with me
The Quarrel of the Universe let be:
And, in some corner of the Hubbub coucht,
Make Game of that which makes as much of Thee.

Namun tinggalkan Bijaksana untuk berselisih, denganku
Abaikan perdebatan semesta
Dan, di sudut suara keramaian merebah
Membuat permainan yang menjadikan dirimu

XLVI.
For in and out, above, about, below,
’Tis nothing but a Magic Shadow-show,
Play’d in a Box whose Candle is the Sun,
Round which we Phantom Figures come and go.

Demi yang datang dan pergi, diatas, tentang, di bawah,
Ini bukan apa-apa melainkan pertunjukan bayangan bertuah
Dimainkan di dalam peti di mana Matahari jadi lilinnya,
Budar, kita yang bersosok hantu datang dan hilang

XLVII.
And if the Wine you drink, the Lip you press,
End in the Nothing all Things end in—Yes—
Then fancy while Thou art, Thou art but what
Thou shalt be—Nothing—Thou shalt not be less.

Dan jika Anggur yang kau minum, Bibir yang kau tekan
Berakhir dalam ketiadaan di mana segala hal berakhir—Ya—
Kau adalah kemewahan, kau tak lain adalah engkau
Seharusnya—Ketiadaan—Kau tak kurang dari itu.

XLVIII.
While the Rose blows along the River Brink,
With old Khayyám the Ruby Vintage drink;
And when the Angel with his darker Draught
Draws up to Thee—take that, and do not shrink.

Saat Mawar bertiup di sepanjang Tepian Sungai
Khayyam tua dengan minuman Rubi pilihan
Dan ketika Malaikat dengan Kemarau yang lebih gelapnya
Menghadangmu—terimalah, dan jangan menyerah

XLIX.
’Tis all a Chequer-board of Nights and Days,
Where Destiny with Men for Pieces plays:
Hither and thither moves, and mates, and slays,
And one by one back in the Closet lays.

Ini semua adalah papan Pemeriksa Siang dan Malam
Di mana Takdir dengan Manusia bermain demi Serpihan:
Bergerak kesana kemari, dan bersenggama, dan membunuh
Dan satu demi satu kembali berbaring pada ruang doa.

L.
The Ball no Question makes of Ayes and Noes,
But Right or Left as strikes the Player goes;
And He that toss’d Thee down into the Field,
He knows about it all—He knows—HE knows!

Tiada pertanyaan pesta yang membuat sebuah Ya dan Penolakan
Namun Kiri atau Kanan seperti menyerang Pemain;
And Dia yang medorongmu jatuh di Arena,
Dia tahu semuanya—Ia tahu—Ia tahu!

LI.
The Moving Finger writes; and, having writ,
Moves on: nor all thy Piety nor Wit
Shall lure it back to cancel half a Line,
Nor all thy Tears wash out a Word of it.

Jari bergerak menulis, dan, setelah menulis
Terus bergerak: tak semua kesalehan atau akalmu
Akan memikat kembali menghapus setengah Kalimat
Ataupun air matamu menghanyutkan sapatah Kata.

LII.
And that inverted Bowl we call The Sky,
Whereunder crawling coop’t we live and die,
Lift not thy hands to It for help—for It
Rolls impotently on as Thou or I.

Dan Mangkok terbalik yang kita sebut langit
Di bawahnya kita merayap hidup dan mati,
Jangan tengadahkan tanganmu padaNya untuk bantuan—Demi Dia
Gulung tanpa daya seperti Kau dan Aku.

LIII
With Earth’s first Clay They did the last Man’s knead,
And then of the Last Harvest sow’d the Seed:
Yea, the first Morning of Creation wrote
What the Last Dawn of Reckoning shall read.

Dengan Tanah Liat pertama Bumi Mereka mengarau Manusia terakhir
Dan kemudian menebar benih pada Penen Terakhir
Ya, Pagi pertama penciptaan menulis
Apa yang harus Fajar Terakhir Perkenalan baca.

LIV.
I tell Thee this—When, starting from the Goal,
Over the shoulders of the flaming Foal
Of Heav’n Parwín and Mushtara they flung,
In my predestined Plot of Dust and Soul.

Aku menceritakan ini padamu—Ketika, mulai dari tujuan,
Di pundak Kuda muda menyala
Surga Parwín dan Mushtara mereka pergi,
Dalam Alur nasib Debu dan Jiwa.

LV.
The Vine had struck a Fibre; which about
It clings my Being—let the Súfi flout;
Of my Base Metal may be filed a Key,
That shall unlock the Door he howls without.

Pohon Anggur menyebabkan setangkai Serat; di mana
Keberadaanku bergantung—biarkan Sufi mencela
Logam dasarku mungkin telah jadi kunci
Akan membuka Pintu yang tidak Ia raungi

LVI.
And this I know: whether the one True Light
Kindle to Love, or Wrath consume me quite,
One Glimpse of It within the Tavern caught
Better than in the Temple lost outright.

Dengan ini aku tahu: apakah Cahaya Sejati
Menyala untuk cinta, atau diam-diam murka menghabisi
Sekilas ia tertangkap dalam Kedai
Lebih baik dari pada di Kuil tersesat sepenuhnya.

LVII.
Oh, Thou, who didst with Pitfall and with Gin
Beset the Road I was to wander in,
Thou wilt not with Predestination round
Enmesh me, and impute my Fall to Sin?

Oh, Engkau, yang menuai dengan perangkap dan sopi
Menimpa Jalan yang dulu ingin aku tapaki
Engkau tak akan dengan babak takdir
Jerat aku, dan salahkan aku Jatuh ke dalam Dosa?

LVIII.
Oh, Thou, who Man of baser Earth didst make
And who with Eden didst devise the Snake:
For all the Sin wherewith the Face of Man
Is blacken’d, Man’s Forgiveness give—and take!

Oh, Engkau, Manusia lalai yang Bumi ciptakan
Dan yang dengan Surga rencankan Ular:
Untuk semua Dosa di mana Wajah Manusia
Dihitamkan, Manusia Pemaaf memberi—dan menerima!

KÚZA—NÁMA.

LIX.
Listen again. One Evening at the Close
Of Ramazán, ere the better Moon arose,
In that old Potter’s Shop I stood alone
With the clay Population round in Rows.

Dengar lagi. Pada suatu hari di dekat Malam
Pada bulan Ramadhan, Bulan yang lebih baik meninggi,
Di toko tua milik Tukang Gerabah aku berdiri sendiri
Dengan sejumlah tanah liat bulat dalam barisan.

LX.
And, strange to tell, among that Earthern Lot
Some could articulate, while others not:
And suddenly one more impatient cried—
“Who is the Potter, pray, and who the Pot?”

Dan, ganjil untuk diceritakan, di antara tanah luas
Sebagian pandai bicara, sementara yang lain tidak:
Dan tiba-tiba sebagian berteriak tak sabar—
“Siapa Tukang Gerabah, doa dan siapa gerabah?

LXI.
Then said another—“Surely not in vain
My substance from the common Earth was ta’en,
That He who subtly wrought me into Shape
Should stamp me back to common Earth again.”

Kemudian yang lain berkata—”Tentu tak sia-sia
Zatku dari Bumi biasa yang telah diambil,
Dia yang halus menempaku dalam Bentuk
Harus menghentakkanku kembali pada Bumi biasa lagi.

LXII.
Another said—“Why ne’er a peevish Boy,
Would break the Bowl from which he drank in Joy;
Shall He that made the Vessel in pure Love
And Fancy, in an after Rage destroy!”

Yang lain berkata—”Mengapa seorang anak laki-laki nakal
Memecahkan Mangkuk dari mana ia minum kebahagiaan;
Ia membuat Wadah dalam Cinta murni
Dan Mewah, setelah kemarahan musnah.

LXIII.
None answer’d this; but after Silence spake
A Vessel of a more ungainly Make:
“They sneer at me for leaning all awry;
What! did the Hand then of the Potter shake?”

Tiada jawab; namun setelah diam bicara
Sebuah Wadah dibuat dengan lebih kaku
“Mereka tersenyum mengejekku karena mempelajari semua yang salah
Apa! Apakah kemudian Tangan Tukang Gerabah gemetar?

LXIV.
Said one—“Folks of a surly Tapster tell,
And daub his Visage with the Smoke of Hell;
They talk of some strict Testing of us—Pish!
He’s a Good Fellow, and ’twill all be well.”

Katanya—“Seorang pelayan kedai yang tak ramah bercerita,
Dan mengoles Wajahnya dengan Asap Neraka;
Mereka bicara tentang ujian keras kita—Minuman!
Dia teman yang baik, dan semuanya akan baik-baik saja.

LXV.
Then said another with a long-drawn Sigh,
“My Clay with long oblivion is gone dry:
But, fill me with the old familiar Juice,
Methinks I might recover by and bye.”

Kemudian seseorang bicara menghela nafas panjang,
“Tanah liatku yang lama terlupakan telah mengering:
Namun, isi aku dengan sap yang akrab,
Sepertinya aku akan sembuh dan selamat tinggal.”

LXVI.
So while the Vessels one by one were speaking,
One spied the little Crescent all were seeking:
And then they jogg’d each other, “Brother! Brother!
Hark to the Porter’s Shoulder-knot a-creaking!”

Jadi saat para Wadah berbicara satu satu,
Satu memata-matai Bulan Sabit kecil yang dicari oleh semua:
Dan kemudian mereka saling menyentak satu sama lain, “Saudara! Saudara!
Dengar simpul bahu Penjaga Pintu retak!

LXVII.
Ah, with the Grape my fading Life provide,
And wash my Body whence the Life has died,
And in a Winding-sheet of Vine-leaf wrapt,
So bury me by some sweet Garden-side.

Ah, dengan Buah Anggur Hidupku yang pudar ada,
Dan basuh tubuhku saat Kehidupan telah mati,
Dan dalam selembar Berseluk daun Anggur terbungkus
Kubur aku di sisi Taman yang indah.

LXVIII.
That ev’n my buried Ashes such a Snare
Of Perfume shall fling up into the Air,
As not a True Believer passing by
But shall be overtaken unaware.

Bahkan sebab Abu kubur seperti perangkap
Minyak wangi hilang di udara,
Tak seperti orang beriman sejati yang lewat
yang disusul ketidak sadaran.

LXIX.
Indeed the Idols I have loved so long
Have done my Credit in Men’s Eye much wrong!
Have drown’d my Honour in a shallow Cup,
And sold my Reputation for a Song.

Tentu berhala yang lama aku cinta
Telah memberikan salahku di mata manusia
Menenggelamkan kehormatanku dalam Cawan dangkal
Demi sebuah lagu nama baik ku jual

LXX.
Indeed, indeed, Repentance oft before
I swore—but was I sober when I swore?
And then and then came Spring, and Rose-in-hand
My thread-bare Penitence apieces tore.

Tentu, pastinya, Penyesalan sering sebelum
Aku bersumpah—tapi apakah aku sadar ketika bersumpah?
Dan kemudian dan kemudian musim semi tiba, dan mawar di tangan
Benang kosong Rasa sesalku yang robek.

LXXI.
And much as Wine has play’d the Infidel,
And robb’d me of my Robe of Honour—well,
I often wonder what the Vintners buy
One half so precious as the Goods they sell.
Dan seperti Anggur memainkan yang kafir
Dan merampok Jubah Kehormatanku
Saya sering bertanya-tanya apa yang Penjual Anggur beli
Setengah sangat berharga seperti barang yang mereka jual. 

LXXII.
Alas, that Spring should vanish with the Rose!
That Youth’s sweet-scented Manuscript should close!
The Nightingale that in the Branches sang,
Ah, whence, and whither flown again, who knows!

Sayang, Musim semi harus lenyap dengan Mawar!
Naskah beraroma manis milik pemuda itu harus tutup!
Burung Bulbul di atas Dahan-dahan bernyanyi,
Ah, siapa yang tahu, Saat, dan ke mana ia terbang lagi!

LXXIII.
Ah, Love! could you and I with Fate conspire
To grasp this sorry Scheme of Things entire,
Would not we shatter it to bits—and then
Re-mould it nearer to the Heart’s Desire!

Oh, Cinta! Bisakah Nasibmu dan nasibku bertaut
Memahami pola penyesalan semua hal,
Kita tak akan hancur berkeping-keping—dan kemudian
Dicetak kembali lebih dekat dengan Keinginan Hati.

LXXIV.
Ah, Moon of my Delight who know’st no wane,
The Moon of Heav’n is rising once again:
How oft hereafter rising shall she look
Through this same Garden after me—in vain!

Oh, Bulan Kesenanganku yang paling tahu tak menyusut
Bulan surga terbit sekali lagi:
Betapa sering Ia melihat akhirat meninggi
Melalui Taman yang sama setelahku—sia-sia!

LXXV.
And when Thyself with shining Foot shalt pass
Among the Guests Star-scatter’d on the Grass,
And in thy joyous Errand reach the Spot
Where I made one—turn down an empty Glass!

Dan saat Dirimu akan lewat dengan Kaki bersinar
Di antara Tamu-tamu berserak Bintang di Rerumputan
Dan dalam urusan kebahagiaan mencapai Titik
Di mana aku berhasil—menolah Gelas kosong.

Comments

  1. Cool walaupun saya jarang baca puisi!!

    ReplyDelete
  2. Mbak buat website sendiri aja, jangan jualan sampah di website saya. Yang baca website saya tidak akan tertarik dengan game dan judi online.

    ReplyDelete
  3. berbagai bonus besar menanti di IONQQ
    ayo di tunggu apa lagi, segera bergabung bersama kami di IONQQ
    WA: +855 1537 3217

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa