Jus Bunga Sepatu dan Senirasa


Sejak kecil saya tidak pernah pilih-pilih mau makan apa, saya akan makan apa yang dimasak oleh ibu, nafsu makan saya juga tidak sebaik anak-anak pada umumnya. Makanan hanya sekedar untuk bertahan hidup. Makanan sering kali terasa lebih enak tidak hanya karena alasan lapar tapi juga tergantung pada siapa yang memberikannya.

Apakah kamu menghargai makanan? Saya suka menyebut diri saya seseorang yang menghargai makanan walau sebenarnya tidak kurang alasan untuk menyebut saya sebaliknya. Saya sering lupa memakan makanan yang telah saya beli. Jadi food collector memang sangat tidak baik karena makanan tersebut biasaya berakhir di tempat sampah. Jangan ditiru! Selain itu saya merasa urusan makan adalah hal yang merepotkan bahkan sering menyela kegiatan jalan-jalan, diskusi, berpikir dan tulis menulis, I don’t mind coffee/tea. Walaupun demikian, saya suka makan bersama keluarga, teman atau laki-laki berambut putih, terutama untuk makan malam. Communal dinning is interesting, karena memang pada intinya communal dining adalah media untuk bertukar pikiran. Saya juga menyadari makanan adalah object photography yang tidak kalah indahnya dengan super model.

Untuk belajar menghargai makanan lebih dalam, di sela-sela jam kerja saya sempatkan diri untuk mengikuti book lauching Rima Sjoekri berjudul Senirasa atau The Art of Flavor di Ronjdi Restaurant yang merupkan bagian dari Museum Antonio Blanco Ubud. Dari Restaurant ini, terlihat pohon-pohon besar menutupi Jalan Camphuan yang ramai, Ubud terlihat seperti lembah dengan hutan yang lebat.

Saya datang disambut oleh dua lelaki mengenakan pakaian adat bali yang menawarkan jus kembang sepatu. Sambil membawa gelas, saya berjalan ke sebuah meja di mana buku-buku Senirasa tersusun rapi, saya membolak balik buku tersebut membaca rangkuman pendeknya dan mengintip beberapa lembar. Sampulnya anggun berwarna putih dengan gambar empat rempah-rempah, harga bukunya cukup mahal terutama yang ditulis dalam Bahasa Inggris. Saya duduk di kursi terdepan, tepat di depan Rima Sjoekri  dan seorang presenter dari Thailand.



Sebelum membedah buku tersebut, presenter menjelaskan bahwa Rima Sjoekri menghabiskan masa mudanya di New Zealand, meninggalkan karirnya di salah satu perusahaan besar Asia untuk melanjutkan kuliahnya ke Harvard dengan jurusan journalism. Ini adalah buku pertamanya, ia membutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk melakukan penelitian dan menulis Senirasa. 

Rima menjelaskan ada lima hal yang kita paling sering sukuri sebagai manusia yang pertama keluarga, kemudian teman, kesehatan, home and food. Ia juga menjelaskan kalau makanan tidak hanya sebagai alat perekat dalam kehidupan sosial tapi juga identitas suatu bangsa, budaya, daerah dan bahkan keluarga. Buku ini memperkenalkan lebih dari ratusan bumbu dan daun-daunan yang digunakan rakyat Indonesia untuk memasak. Explorasi bumbu yang dilakukan oleh sang penulis juga menunjukkan bagaimana setiap bahan dikombinasikan dalam suatu masakan. Terinsiprasi dari bagaimana makanan menjadi jembatan hubungan yang sangat erat antara Rima dan ibunya, membuat saya bisa mengerti lebih dalam akan cooking wisdom. Ia juga menambahkan bahwa meja makan adalah tempat ia mempelajari banyak hal tidak hanya tentang makanan yang disuguhkan tapi juga tentang hari-hari dan hal-hal yang dilewati oleh setiap anggota keluarganya. Penjelasannya membuat saya melihat dengan jelas ada rasa cinta dalam makanan.




Lauching buku ini juga dimeriahkan dengan masak-memasak, saya tidak ingat dengan jelas masakan apa yang dibuat, saya juga tidak mencobanya karena hanya diperunukkan untuk omnivores. Dari dalam tas saya keluarkan sebuah pisang hijau untuk mengganjal lapar. Gula pada jus kembang sepatu membuat saya cukup bertenaga untuk mengikuti another book night discussion di Casa Luna. 

Comments

  1. GImana rasanya jus bunga sepatu???

    ReplyDelete
  2. Enak Mas Ajie, rasanya manis dan harum, Mas Ajie pasti suka :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa