Geography of Genius: 7 Kota Tempat Orang-Orang Jenius Muncul
Sejak menginjak bangku sekolah kita
mulai dibesarkan untuk berkompetisi bukan untuk berkolaborasi, sejak kecil kita
dirangking dari 1 sampai dengan 10, bagaimana dengan sisanya? Sejak kecil kita juga
dilabeli dengan berbagai label—pintar, jenius, bodoh, malas, nakal, tidak punya
initiative, tidak inquisitive, rajin, pendiam, banyak bicara—bahkan sejak kecil
orang-orang di sekitar kita mengkaitkan label-label tersebut tidak hanya dengan
garis keturunan, bahkan hingga berujung
sejarah tentang siapa nenek moyang kita dan dari mana kita berasal. Hal ini
sering kali membawa saya pulang ke dalam cerita lama, ke dalam lontar-lontar
tua yang telah dialihbahsakan, ke dalam hasil penelitian sejarawan yang seperti
mesin waktu dengan pintu menganga lebar, many
times it makes me feel more
comfortable with the past.
Saat membuka daftar isi Geography of Genius saya sangat
berharap nama salah satu kota di Nusantara seperti Pamatan (Lombok), Trowulan
(Jawa), Palembang atau Bumi Sriwijaya (Sumatera) ada dalam buku ini. Walaupun nama
kota-kota tersebut tidak saya temukan, tangan saya tidak berhenti membuka
halaman-halaman berikutnya, menggaris bawahi, menulis komen-komen yang
berkaitan dengan tokoh, ide, dan tempat-tempat yang disebutkan dalam buku ini. Membaca
buku ini membawa saya berkelana dari satu benua ke benua lain dalam waktu yang
singkat.
Dalam pendahuluannya, buku ini
menjelaskan bagaimana konsep IQ dalam menentukan kecerdasan seseorang sangatlah
sempit dan misleading karena banyak orang dengan IQ biasa-biasa saja melakukan
hal-hal yang besar. Yang dimaksud jenius di sini adalah creative genius yang berarti kemampuan seseorang untuk menghasilkan
ide-ide baru yang berguna dan mengejutkan. Creative
genius juga tidak ditentukan oleh keturunan, seperti warna kulit dan warna
bola mata. Heredity genius adalah
mitos yang buat oleh manusia sendiri. Untuk menemukan makna Genius sebenarnya,
penulis buku ini melakukan penelitian di 7 kota yang merupakan asal dari
orang-orang jenius.
Di Athena, Genius is Simple. Digambarkan dari bagaimana tokoh-tokoh jenius
seperti Aristotle, Socrates, Plato lahir, besar dan hidup dalam masyarakat
hingga menjadi seorang pemikir yang masih berpengaruh sampai sekarang. Mereka hidup
bermasyarakat dalam budaya diskusi yang kuat. Angora, tempat mereka berkumpul
untuk berdiskusi, berdebat, menentukan pemimpin dan menyelesaikan masalah
menjadi tempat kelahiran democracy
yang disebut oleh Aristotles, dan lahir pula Socrates yang dikenal sebagai the great conversationalist. Ini juga
tercermin dari bahasa mereka, misalnya seperti kata idiot berasal dari kata idiotes
yang artinya menolak untuk berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan atau
orang yang tidak peduli dengan masalah sosial. Orang Yunani juga punya kebiasan
minum anggur, pada masa itu kopi tidak ada di Yunani. Budaya minumnya di kenal
dengan nama “the symposium” yang artinya minum bersama. Hal ini juga dikaitkan
dengan kreatifitas mereka. Selain itu, orang yunani suka sekali berjalan,
mereka dikenal sebagai great walker, biasanya
mereka berpikir saat berjalan. Dalam bab ini, Eric Weiner, sang penulis dengan
jelas mengatakan bahwa orang-orang yang jenius tidak lahir di tempat-tempat
seperti surga yang menyediakan semua hal yang dibutuhkan.
Sedangkan di Hangzhou, Cina, Genius is Nothing. Jenius berarti meneruskan tradisi, penemuan baru
dianggap penting jika berguna dan tentu saja tidak melawan tradisi. Banyak
ilmuan yang Cina yang melakukan berbagai penemuan namun tidak begitu terkenal
karena mereka sendiri tidak melakukan publikasi. Hangzhou adalah tempat yang
menginsipirasi creative geniuses
untuk berkarya. Lebih dari sepuluh dekade Xi Hu, yang dikenal dengan West Lake
telah ditulis dalam lebih dari 250.000 puisi. Tidak bisa dipungkiri bahwa alam
menjadi ladang inspirasi. Dulu Hangzhou dikenal sebagai tempat para seniman, kota
ini dulu selalu dipimpin oleh seorang sastrawan. Rakyat Hangzhou bisa membayar
kopi dan teh dengan puisi. Sejak kecil anak-anak sudah mengikuti berbagai lomba
puisi yang diadakan oleh pemimpin setempat. Puisi ini ditulis oleh seorang anak
Hangzhou pada masa itu.
In the pavilion of separation, the leaves suddenly blew away
On the road of farewell, the clouds lifted all of a sudden
Ah! How I regret that men are not like wild geese
Who go on their way together.
Kota lainnya adalah Florence, Edinburg, Cucutta, Vienna dan Silicon
Valley. Penasaran dengan gambaran genius di kota ini? Maaf saya tidak akan
membocorkan bab selanjutnya, kamu harus menyempatkan diri untuk membacanya. Buku
ini tidak begitu tebal, sekitar 351 halaman. Happy reading!
spoiler... hahahaha vikin venazaran deh. hahaha
ReplyDeleteYou will love it
ReplyDelete