XOXO: Semiotika X (Cium) dan O (Peluk)
Saya menerima surat cinta pertama
kali saat saya duduk di kelas 6 SD. Sayang sekali pada masa-masa sekolah bahkan
sampai kuliah saya menganggap romance
itu kurang penting. Ada hal yang lebih besar dari pada cinta, misalnya seperti
masalah rumah-rumah yang dirobohkan, atap-atap yang bocor, anak-anak yang
diaborsi, atau hutan-hutan yang diperkosa. Hal itu penting apabila
dijadikan bahan puisi dan prosa oleh para pujangga. Tapi kadang saya merasa cinta
terdistorsi karena mereka terlalu sering membicarakannya dalam sastra.
Terlepas dari surat cinta dan sejarah
ketidakmampuan saya untuk menghormati cinta, sampai sekarang masih ada teman-teman dan
institusi yang mengirimi saya surat, kartu pos, kartu-kartu kecil berisi
ucapan selamat dan surat-surat elektronik panjang yang sering kali ditutup dengan
“XOXO” baik dalam surat berbahasa
Indonesia maupun dalam Bahasa Inggris.
Pertama kali membaca ungkapan ini,
saya tidak tahu persis artinya apa. Saya mengasosiasikannya dengan kata “sayangmu,
sahabatmu, salam hangat” dan kata-kata semisal karena “XOXO” terletak di akhir surat, tepat di atas
nama si pengirim.
Apa arti “XOXO” sebenarnya?
Komunikasi jarak jauh tidak
seperti bertatap muka, tidak ada jabat tangan atau pelukan mengakibatkan bahasa
berevolusi lebih cepat, kata-kata baru ditemukan, kata-kata tua diperbaharui
kemudian digunakan dengan makna yang berbeda atau sama. Hingga “XOXO” muncul sebagai
medium untuk mengungkapkan keakraban dan menegaskan adanya pertukaran rasa.
Menurut Urban Dictionary, “XOXO” atau “XO” berarti peluk (O) dan cium (X). Perine dan Ribas (2020), dalam journal Feedback practices in a distance training
course for English language teachers berpendapat bahwa O berarti peluk
karena berasal dari dua pasang tangan yang saling berpegangan satu sama lain dan
X adalah bentuk sepasang bibir yang saling mencium. Fantasi yang indah dan
masuk akal memang. Dalam buku History of Kiss:
The Birth of Popular Culture, Danesi menyatakan X merujuk pada simbol X
yang berarti “atas nama kristus” dan biasanya ditulis di atas dokumen sebagai
tanda setuju. Huruf X ini juga dikaitkan denga kebiasaan orang-orang Kristen pada
zaman pertengahan yang mencium Injil setelah membacanya.
“XOXO” terdiri dari empat huruf,
sepasang konsonan X dan sepasang huruf vokal O yang membuatnya mudah dilafalkan
dan diingat oleh siapapun. “XOXO” berasal dari X dan O yang digunakan dua kali.
Ini artinya, secara teknis, X dan O bisa berdiri secara mandiri di mana penggunaan X atau penggunaan O,
satu atau lebih, baik dalam bentuk huruf besar atau kecil untuk menunjukkan satu
atau beberapa ciuman dan atau pelukan (Hilte, Vandekerckhove & Daelemans, 2019, p.57). Variasi
dari X dan O misalnya XX, XOX, XXX dan kadang ditulis dalam jumlah berlebihan. Ini
pasti kamu, anak-anak alai yang sedang kasmaran.
Tanda X, O, dan XOXO,
simbol, ikon atau indeks?
Salah satu filsuf ternama yang
fokus mengembangkan teori semiotik atau ilmu yang mempelajari tentang tanda adalah Carles Sander Pierce. Menurut Pierce, tanda
adalah sesuatu yang dianggap oleh seseorang untuk mewakili hal-hal tertentu. Jika
disederhanakan, tanda berarti segala sesuatu yang sifatnya fisik, bisa ditangkap
oleh indra manusia dan mengacu pada hal lain. Pierce menyatakan tanda terdiri
dari tiga komponen (tanda, objek atau acuan dan
penggunaan tanda) yang terhubung satu sama lain.
Selain itu, Pierce mengklasifikasikan
tanda menjadi tiga. Pertama, simbol atau tanda yang muncul karena kesepakatan
bersama. Misalnya membungkuk berarti terima kasih dalam budaya Jepang atau melipat
kedua tangan di depan dada berarti memberi hormat bagi orang Bali. Tidak ada
kemiripan antara gestur dengan makna. Kedua, ikon, ikon adalah gambar yang
biasanya memiliki kemiripin dengan objek yang dimaksud atau bisa dikatakan
bahwa ikon berasal dari bentuk perwakilan fisik. Seperti ikon kamera pada handpone yang berarti alat untuk
memotret. Ikon mewakili gambar objek yang dimaksud. Yang ketiga adalah indeks,
tanda yang muncul dari sebab-akibat. Dalam hal ini sifatnya lebih kompleks.
Misalnya seorang lelaki mengenakan anting
(objek) di kedua telinganya menyebabkan adanya “tanda” yang ingin dikomunikasikan.
Di sini, tanda, objek atau acuan dan penggunaan tanda berperan penting dalam
memberi makna.
Dengan teori ini, bisa dikatakan
bahwa X dan O masuk dalam kategori simbol karena maknanya telah disepakati atau telah
diterima oleh masyarakat. X dan O tidak bisa dikatakan sebagai ikon walaupun Perine
dan Ribas (2020) menganggap bahwa X berasal dari bibir pasangan yang saling mencium
atau O yang berasal dari dua pasang tangan yang saling memeluk sebab, X dan O
masih terlalu abstrak untuk dianggap sebagai ikon. Pertama wujud X dan O jelas
mengacu pada dua huruf latin yang secara konvensional disepakati berarti cium
dan peluk.
Selalu pakai teori, itu ciri khas banget!!
ReplyDelete