Book Review: Seks dan Komunis dalam Cantik Itu Luka


Akhirnya selesai sudah saya membaca Cantik Itu Luka, saat berada dalam halaman-halamannya, buku setebal 479 halaman ini membuat imajinasi saya menjadi liar tidak hanya karena Eka Kurniawan yang sangat pandai mempermainkan kata-kata binal dalam setiap adegan seks tapi juga membawa saya masuk ke dalam sejarah kelam negeri ini, ke dalam politik yang sering kali tidak berpihak pada yang lemah, ke dalam cerita rakyat, ke dalam cerita nabi bahkan ke dalam kehidupan anak-anak dan pemuda Indonesia pada umumnya.

Saya yakin jika Ayahmu tahu isi buku ini, ia akan melarangmu untuk membacanya atau mungkin Ayahmu akan membakarnya diam-diam kecuali jika Ayahmu seorang komunis. Mungkin jika Ayahmu seorang sastrawan yang baik ia akan menyimpan buku ini, membacanya diam-diam dan memberikannya padamu saat ia mulai mengganggapmu cukup dewasa. Tapi jangan khawatir, kalau kamu tidak berkesempatan membaca buku ini, review kali ini untukmu tentunya hanya untuk yang berumur di atas 17 tahun atau old soul yang terperangkap dalam tubuh yang muda.

Sebelum membahas seks lebih dalam, saya ingin tahu sejak kapan dan dari mana kamu mendengar tentang seks, adegan di ranjang atau berbagai jenis reproduksi yang lain pertama kali, apakah dari Internet, papan program KB, komik, buku, teman, ada yang dari orang tua? Mengingat orang tua kita jarang membicarakan masalah ini secara gamblang, saya yakin sebagian besar benar-benar memahaminya pada saat pelajaran Biologi di bab reproduksi. Saya tahu banyak dari komik dan novel-novel yang saya baca sejak SMP. Saya bahkan pernah menulis resensi novel science fiction pada saat kelas satu SMA yang di dalamnya ada banyak adegan seks, namun saya terlalu malu dan bahkan tidak menyebutkannya sedikitpun dalam resensi yang saya tulis. Jika menyebutkan hal tersebut saya takut teman-teman saya akan berpikir kalau saya anak perempuan yang tidak baik dan saya yakin buku itu sudah pasti akan ditarik dari perpustakaan sekolah. 

Dalam Cantik Itu Luka, seks dan gambaran kehidupan seorang komunis membuat novel ini sangat hidup. Jika dilihat dari tahunnya, novel ini terbit pada tahun 2002 dan penulisannya pasti tidak lama setelah reformasi 1997. Melalui dua hal ini Eka Kurniawan seperti merayakan kebebasannya sebagai seorang penulis, ia menulis hal-hal yang dilarang.

Seks diperlihatkan dalam berbagai konteks baik dalam kehidupan remaja, rumah tangga, hubungan sedarah dan kekerasan terhadap perempuan. Seks sering kali muncul dalam bentuk pemerkosaan yang membuat perempuan memutuskan jalan hidup yang menyedihkan seperti menjadi seorang pelacur atau wanita simpanan/gundik. Menurut tokoh utama Dewi Ayu, ia menjadi pelacur karena sejarah dan menjadi pelacur itu lebih bermartabat dari pada menjadi simpanan karena para istri yang sah merasa lebih tersakiti jika lelakinya memiliki simpanan. Sedangkan pelacur tidak meminta banyak hanya tidur semalam dan sejumlah uang, mereka hanya disetubuhi, benar-benar tanpa cinta dan tentu saja tidak membuat perempuan lain sangat membecinya atau sakit hati yang mendalam. Di bawah ini salah satu penggalan adegan antara anak Dewi Ayu bernama Alamanda dengan suaminya, ini tidak terlalu vulgar dibandingkan dengan adegan-adegan seks yang lain dalam buku ini.

Mereka bercinta malam itu dengan begitu liar dan dahsyat, bermula di atas tempat tidur yang berwarna kuning tersebut, lalu bergeser ke lantai saat mereka terguling tanpa sadar, lalu berlanjut di kamar mandi, dan melakukannya di sofa pada saat matahri telah menyorot tajam. Mereka menutup semua pintu rumah, mengurung para pembatu di dapur, dan melakukannya lagi di ruang tamu diselingi membaca buku-buku porno, kembali lagi ke kamar mandi, dan semuanya dilakukan dalam kejutan-kejutan untuk tetangga dan para pembantu yang bertanya-tanya di dapur karena teriakan-teriakan pendek Alamanda dan dengusan Sang Sodoncho. Mereka melakukannya hingga tiga kali ejakulasi di malam yang sempit itu, tapi memuaskannya sebelas kali sepanjang siang…………… (You have to read the book )

Melalui seks, Eka juga meperlihatkan bahwa manusia adalah hewan. Seperti hewan dan manusia itu memang tidak ada bedanya, otak manusia yang bekerja dengan baik jarang digunakan dengan benar.  Prajurit gerilya, Jepang dan Belanda sebagian besar mengambil keuntungan dari perang dengan memperkosa. Secara objektif Eka memang mencoba menggambarkan bagaimana manusia yang baik selalu ada di antara prajurit-prajurit perang tersebut, dan saya sangat penasaran mengapa tidak ada satupun prajurit atau anggota dari Partai Komunis Indonesia digambarkan melakukan pemerkosaan seperti Pasukan Gerilya, Jepang dan Belanda.  Kalau dilihat dari arti kata, kata komunis memang indah, komunis berasal dari kata communal yang artinya sama-sama. Beberapa tokoh komunis yang menjadi tokoh pembantu juga sangat mengesankan salah satunya Komerad Kliwon yang benar-benar memperjuangkan nasib nelayan Halimunda yang kemudian diasingkan ke Pulau Buru.

Dalam setiap masalah, Eka Kurniawan seperti menunjuk laki-laki sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab, bahkan seks didefinisikan sebagai hal yang jauh lebih dekat dengan kepala lelaki dibanding perempuan. Eka seperti menyindir laki-laki yang setuju kalau seks itu identik dengan cantik secara fisik. Membaca buku ini membuat saya berpikir kalau buku ini ditulis oleh seorang perempuan. Seorang perempuan yang sakit hati karena sejarah yang kejam dan membuat perempuan masih harus berjuang untuk persamaan haknya hingga saat ini. 

Walaupun penuh dengan kekerasan dan seks buku ini sangat asik untuk diperbincangkan ada banyak hal-hal yang bisa dipelajari seperti sejarah dan budaya Indonesia yang diuraikan Eka dengan sangat jujur,  analisis struktur dari plot cerita ini. Sama seperti bukunya Lelaki Harimau, Cantik itu Luka mengadopsi plot yang hampir sama di mana ending cerita berada pada awal cerita dan klimaks selalu pada halaman terakhir novel. Jika melihatnya lebih dalam buku ini juga tergambar jelas nilai-nilai agama yang ditunjukkan melalui berbagai hal-hal yang dilakukan tokoh-tokohnya. 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa