New York dan Lombok dalam Satu Halaman
"Kota ini membuat saya bangga akan hal yang saya tidak punya"
Menjadi college traveler dengan uang pas-pasan bukan berarti tidak bisa sepenuhnya menikmati keindaah kota New York. Saya berkesempatan mengunjungi kota ini dua kali, pertama memang karena ingin melihat New York--Hutan Menara—yang dianggap sebagai salah satu lambang peradaban abad 21 dan yang kedua karena urusan pekerjaan.
Sebelum menginjakkan kaki di kota
ini banyak hal negatif yang saya dengar dari orang Amerika tentang kota ini,
bahkan salah seorang professor yang mengajar di kampus saya tidak pernah
tertarik untuk mengunjung kota ini. “Kota ini terlalu ramai dan semua orang
suka hidup sendiri,” Katanya. Kota New York sering dianggap seperti pelarianbagi
orang-orang yang suka kesendirian tapi
mereka ingin sendiri bersama-sama. Ada juga yang mengatakan kalau kota ini
terlalu terang oleh lampu-lampu merkuri yang dibuat manusia sehingga
penduduknya tidak bisa menikmati bintang sepenuhnya pada malam hari, setiap
orang di New York selalu berjalan cepat, lebih cepat dari orang-orang Amerika
pada umumnya karena mereka terlalu sibuk. Jika saya menceritakan
keburukan-keburukan yang saya dengar tentang kota ini, mungkin tidak akan bisa
habis saya tulis namun keburukan –keburukan yang saya dengar ini tentu saja
tidak mengurungkan niat saya untuk mengunjungi kota impian. Yeah, saya
menyebutnya kota ini kota impian, karena
seniman dan penulis dari berbagai belahan dunia banyak memilih hijrah ke kota
ini untuk berkarir, tinggal di gedung-gedung pencakar langit yang menjauhi gravistasi,
membuat mereka merasa semakin bebas, mungkin juga karena mereka membutuhkan
banyak waktu untuk sendiri dan mereka ingin sendiri bersama-sama.
Tepat setelah tiga hari
penyerangan di Paris, saya naik bis ke
Chicago dan kemudian naik kereta Amtrak sekitar 19 jam, melewati beberapa
negara bagian dan akhirnya sampai di hutan menara yang sedang dijaga dengan
sangat ketat. Walapun wajah New York sama sekali berbeda dengan Lombok tapi New
York mengingatkan saya untuk tetap
bangga menjadi seorang anak yang lahir dan dibesarkan di pulau kecil. Dengan uang saku seadanya saya sering kali
memilih wisata yang hemat dan tidak mengeluarkan biaya sama sekali.
1. Menyebrangi
Jembatan Brooklyn
Jembatan ini menghubungkan
Brooklyn dengan pusat perdagangan dunia yang berada di Wall Street, membelah
East River. Saat membaca sebuah perunggu yang tertempel di salah satu tiang
raksasanya tertulis nama arsiteknya, John Augustus Roebling, seorang immigrant
German. Menikmati lintangan tali-temali
dan tiang-tiang raksasa, para pengendara sepeda yang sering kali kesal karena
jalurnya diambil turis-turis yang selfie, menikmati sungai yang bersih membuat saya senang, geli
dan bangga menjadi manusia. Tapi ada perasan malu juga, saat menikmati
pemandangan hamparan gedung-gedung yang lebih tinggi dari pohon-pohon di Lombok
berdiri kokoh. Sepertinya manusia memang ditakdirkan untuk tidak mau berbagi
tempat dengan mahluk lain. Menyebrangi jembatan ini memang tidak membutuhkan
keberanian dan akan membuatmu merasa seperti berada dalam film-film Hollywood.
Tentu saja sangat berbeda sekali dengan jembatan-jembatan bambu yang pernah
saya sebrangi di pedalaman Pulau Lombok, yang membutuhkan konstransi penuh agar
tidak jatuh dan telah membuat saya menjadi seorang yang pemberani.
Jembatan menuju Pos 1 Gunung Rinjani |
Saat kemari saya tidak piknik,
saya berjalan dari ujung ke ujung.
Menikmati patung-patung penulis, jembatan-jembatan kecil, melihat kereta-kereta
putih yang mengangkut turis, melihat bendungan yang ada di tengahnya, dan yang
paling indah adalah daun-daun yang sedang gugur, yang telah jatuh, yang masih
tertanggal di pohon, yang jatuh menutupi
jalan setapak dan yang jatuh tak sampai ke tanah tertambat di kursi-kursi taman
yang diduduki oleh pasangan tua yang tertawa di musim gugur yang dingin. Saya
memotret banyak patung di taman ini, terutama patung-patung penulis seperti
Hans Christian Anderson, William Shakespeare dan beberapa tokoh patung terkenal
lainnya. Saat melihat patung Christian Anderson saya bepikir untuk mengambil
photo dengan pose mencium pipinya tapi sayang saya ide itu hilang saat
pandangan saya berpaling melihat Needle of Cleopatra. Central Park sangat luas,
memang sengaja dibuat untuk mengimbangi Hutan Menara New York namun saya tidak
melihat banyak pohon-pohon yang lebih tinggi dari menara-menara di kota ini. Di
Lombok, memang tidak ada taman yang tertata sangat rapi seperti di kota New
York, taman-taman di Lombok juga tidak luas tapi ada hutan tropis yang lebat.
Taman Bendungan Batu Jai |
3. Mengunjungi
Ground Zero or 9/11 Memorial
Di Amerika ada banyak tempat duka
yang disulap menjadi tempat wisata ,salah satunya 9/11 memorial yang terletak
tepat di dekat Freedom Tower atau gedung World Trade Center yang baru. Beberapa
kuntum bunga diletakkan di atas nama-nama yang diukir pada dua monument kolam
hitam. Ada ribuan nama, arsitektur monument ini sangat indah dengan aliran air
berundak ke dalam yang ingin menunjukkan
semua korban terkubur dan habis di dalamnya. Ada juga satu pohon terakhir yang
masih terselamatkan dari terror 9/11 yang di tanam di antara dua monumen ini.
Saya tidak menghabiskan waktu yang lama di tempat-tempat seperti ini, tempat
yang dipenuhi dengan cerita kematian, bayang-banyangpolitik, kepentingan dan kekuasaan membuat saya tidak
bangga menjadi manusia. Semoga di Lombok tidak akan pernah ada monumen-monumen
yang dibangun karena kesedihan.
4. Mengunjungi
St. Patrick Cathedral New York
Katedral ini terletak di 5th
Avenue bersebrangan dengan Rockefeller
Center. Ini adalah salah satu jalan yang paling terkenal di New York.
Biasanya ini jalan diperuntukkan untuk orang-orang yang suka fashion.
Butik-butik baju seperti Christian Dior, D&G , Luis Vutton dibaca Lui
Vutong kata teman saya sampai toko Kristal Swarovski ada di sini. Dengan display cita rasa seni tinggi, membuat
tempat-tempat ini seperti magnet
terutama bagi perempuan. Karena kantong saya tipis magnet itu kurang kuat untuk
menarik saya tapi mungkin kalau kantong saya tebal saya akan tetap memilih
untuk mengunjungi St. Patrick Cathedral karena melihat arsitektur gereja ini
mengingatkan saya beberapa karya Gaudi yang pernah saya baca. Gereja Katolik
ini bergaya Neo-Gothic style, lukisan
di dinding dan langit-langitnya membawa saya ke dalam sejarah. Tempat ini
semakin hikmat saat saya melihat pengunjung melipat tangannya dan berdoa. Saya
berjalan perlahan sambil memandang altar utama dan altar-altar lainnya. “God’s
only in human’s mind,” Kata teman saya mencoba mengusik keasikan saya saat
memotret beberapa bagian gereja. “They should bring the money to Africa instead
of building this place and please you for your photography hobby,” Tambahnya.
Tentu saja saya tidak mendebatnya, dia teman yang baik mau menemani saya ke
tempat yang sering kali dia jauhi. Saya balik bercerita kalau di Lombok ada
banyak sekali mesjid bahkan disebut pulau seribu mesjid, sebelum saya
mengakhiri penjelasan saya dia memotong. “You guys should use the money for
road, school and hospital,” jawabnya acuh. Dari tempat ini sayapun memintanya
menemani saya ke sebuah Synagoue. Saya sangat menikmati ekspresi wajahnya saat
ia terpaksa mengatakan “Ok.”
5. Melihat
tempat suci umat Yahudi Synagogue
Ini adalah pertama kalinya saya
berkunjung ke tempat ibadah umat Yahudi. Setelah Indonesia, negara kedua yang
saya dengar dalam hidup saya bukan Amerika atau Inggris tapi Israel, karena
Ayah saya kalau kesal akan menyebut dua kata ini Yahudi dan Israel. Hal ini
membuat saya semakin akrab dengan literature Yahudi ditambah lagi saya memiliki
seorang sahabat dari mesir yang belajar tentang Sastra Ibrani dan tidak jarang
berbagi bacaan tentang hal tersebut, hal ini membuat saya semakin penasaran
dengan semua hal yang berbau Yahudi. Dan ternyata Synagogue tidak tertutup
seperti yang saya bayangkan sebelumnya, terbuka untuk umum, sama seperti
gereja-gereja atau mesjid-mesjid lainnya di Amerika. Synagogue lebih mirip
gereja dengan satu altar dan terdapat lambang Hanukah di tengahnya.
6. Menonton
Macy’s
Parade
Tepat pada hari Thanks Giving,
tourist berdatangan ke Kota New York untuk menyaksikan parade ini. Saya harus
berangkat jam 6 pagi supaya mendapat tempat duduk yang paling depan, paradenya
sendiri dimulai pukul 9 pagi. Parade ini dibanjiri oleh tokoh-tokoh Hollywood dan
tokoh kartun terutama dari Disney Land. Teriakan gadis-gadis muda belia memekik
telinga saat Shawn Mendes, Mariah Carey, Chis Daughtry dan berbagai bands papan
atas melambaikan tangan mereka. Yang paling menarik adalah saat barisan polisi
New York berbaris di garda pertama, semua penduduk Kota New York bertepuk
tangan dengan hangat seperti megucapkan terima kasih pada penjaga kota mereka. Hubungan
antara polisi dan rakyat terlihat sangat harmonis. Bagaimana perasaanmu saat
melihat polisi di Pulau Lombok? Takut ditilang, biasa saja atau bangga pada
mereka? Anyway, Macy’s Parade biasanya dimulai dari 77th street
sepanjang Central Park West.
Shawn Mendes |
7. Mengunjungi
Columbia University
Kalau menggoogle universitas ini,
memang termasuk ke dalam Ivy league—10 Universitas paling bagus di Amerika.
Untuk masalah seni, universitas ini selalu berada dalam top three dan kebetulan
sekali Hostel International NY tempat saya tinggal hanya sepuluh block dari
universitas ini. Saya berkunjung ke universitas ini ditemani seoarang teman
yang juga adalah alumni. Tempat yang pertama kami kunjungi tentu saja perpusatakaan
kemudian asrama, law school dan jurusan-jurusan lainnya. Kalau keluar dari arah
timur akan membawamu ke Broadway, sedangkan ke arah barat akan membawamu
Amsterdam Avenue. Di sekolah-sekolah yang ada negara-negara maju jam pelajaran
seni hampir setara dengan jam mata pelajaran lainnya. Saat saya SD saya belajar
seni hanya satu kali seminggu. Kamu berapa kali?
8. Jalan-Jalan
di Time Square
Semua touris pasti datang ke
tempat gemerlap yang dipenuhi jutaan lampu iklan ini. Sangat terang, melihat
Time Square membuat saya tidak heran kalau ejekan “lampu-lampu kota ini membuat
penduduknya tidak bisa melihat bintang” memang cukup tepat. Beberapa teman
sehostel menyebut tempat ini “cheesy place.” Tempat yang sangat mainstream, tidak special karena
touris di tempat ini tidak pernah sepi. Ada banyak badut di sini, ada juga
laki-laki yang berpose sebagai patung Liberrty, dan kalau berfoto dengan mereka
harus memberi tips USD 5. Dari tempat ini saya pergi ke 42 street untuk
mengambil photo gedung New York Times. Photo ini saya kirim kepada sahabat saya
yang tidak bisa hidup tanpa menulis. Salah satu penulis favorite saya Malcolm
GladWell juga bekerja di tempat ini.
9. Menikmati
talenta Street Artist
Street Artist adalah salah satu
hal yang membuat saya rindu dengan kota ini. Di pojok-pojok, akan duduk para
pelukis, tukang sketsa, pemain biola, penyanyi yang memainkan gitarnya tanpa
henti, laki-laki yang siap membuat puisi dengan tips seikhlasnya dan penari-penari
dengan gerakan lengan patah-patah, meliukkan badannya di tengah plaza. Jangan
salah, para seniman ini banyak yang masih kuliah dan bersekolah. Para turis akan
berhenti kadang melemparkan koin atau uang kertas mereka dengan senyuman lebar.
Apa yang kamu lakukan saat melihat
penyanyi atau seniman jalanan di Udayana? Menyuruhnya cepat-cepat pergi, tidak
peduli atau memesan lagu yang kamu suka?
10. Menikmati
Hudson River
Sebelum menyebrang ke Staten
Island saya makan siang di Brookfield Tower sambil menikmati New Jersey yang
dipisahkan oleh Hudson River. Lobby tengahnya dihiasi instalasi seni ratusan
lampu yang digantung di atas palm trees. Setelah makan siang, saya juga duduk
menunggu senja di tempat ini bersama burung-burung yang ramah, yang tak pernah
membuat solo traveler merasa sendiri. Ini satu-satunya tempat yang membuat saya
tidak mengingat rumah.
11. Mengunjungi
Museum Metropolitan
10 hal di atas adalah hal gratis
yang bisa dinikmati kecuali nomor sebelas, tapi para pengunjung di bisa
membayar berapapun mulai dari USD 1 sampai USD 12. Saya membayar USD 8 dengan
senang hati karena saya menghabiskan seharian di tempat ini, terlebih lagi saya
dimanjakan oleh lebih dari 400 galleries yang ada di dalamnya. Museum ini
terletak di Museum miles atau 5th Avenue, menyatu langsung dengan Central
Park. Museum dan galleries di kota ini
sangat banyak, membuat saya ingin kembali dan bermimpi membuat museum di Pulau
Lombok. Kalau kembali lagi saya akan mengunjungi Solomon R. Guggenheim Museum
dan MoMA NY.
Comments
Post a Comment