Menulis, Membunuh Waktu dan Hal-Hal yang Tidak Selesai

Menulis bukan pekerjaan yang sehat, tidak ada gerakan yang significant, hanya berfikir dan duduk berjam-jam di depan komputer. Tanganpun menjadi sangat halus, tergores permukaan kasar sedikit bisa memar. Mungkin hanya jari-jari tangan yang diuntungkan karena harus bergerak ke berbagai arah untuk menekan tombol-tombol huruf. Meskipun demikian hidup terasa lebih manis saat saya membeli makanan dari hasil kata-kata yang saya jual, tidak banyak memang.

Saat saya mengajar dulu, menulis sering saya jadikan media untuk menyelesaikan konflik antar siswa terutama saat keduanya menangis, berbicara terbata-bata, tak mampu mengungkapkan rasa sedih dan kecewa yang mereka rasakan. Saya akan meminta mereka duduk saling berhadapan dengan kertas dan pensil di tangan, kemudian menulis kejadian yang baru saja mereka alami menurut versi masing-masing. Setelah kata demi kata tertulis, tangisan habis, hanya terdengar nafas-nafas berat yang kemudian menenang. Tapi menulis tidak selalu menyelesaikan masalah, itu sebabnya muncul puisi, cerita yang tak pernah ada, prosa, dan satu dua kalimat atau penggalan paragraph seperti di bawah ini.


Sepertinya sejak awal alam memang tidak setuju, tujuh tahun lalu kita berada di ruang yang sama, bahkan semeja dan dia tidak mengijikan kita bicara dan saling memandang, kau juga mengunjungi rumah makan yang aku datangi, pantai yang sering aku singgahi, dan alam mengirim kita ke sana di waktu yang berbeda, tapi aku tahu magnet di tubuh kita terlalu kuat, hingga alam pun menyerah dan terpaksa mempertemukan kita di tahun yang salah.


Aku melihat wajahmu lagi pada genangan air teh yang aku minum, di dalam kereta, di dalam lift, aku juga melihatmu tertidur di atas sofa di rumah ibuku.


Ketika berjalan memunggungimu aku masih berharap kau aka memanggilku dan bersikap keras kepala seperti biasa.


Sebenarnya saat aku mengucapkan selamat tinggal aku tidak pernah benar-benar meninggalkanmu, aku membawamu pergi dalam bentuk rindu.


Karena tak ada kata yang paling sedih, kubiarkan tangisanku merintih.


Dan tidak tahu ke mana harus aku titipkan rindu ini, dan akhirnya aku kembali menulis kata-kata yang tidak ada gunanya, di sini, di ruang dua dimensi yang hanya berukuran 14 inci, menerka-nerka bagaimana kabarmu di sana, apakah kau bahagia, apakah kau tetap mengambil gambar-gambar jacaranda, gambar-gambar langit dan wajah matahari di balik gedung-gedung tinggi. 

Walaupun terkadang tidak menyelesaikan masalah, writing indeed helps me to clear the clutter in my head. Menulis membuat saya lebih cepat dewasa, membuat saya bangga menua, saya bahkan membunuh menit-menit untuk mempersingkat  waktu yang meregang.

Comments

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa