Nasi Anjing: Apa Artinya Sebuah Nama?

Makanan adalah cerita yang selalu dibagi oleh manusia. Saat mengunjungi rumah saudara atau sahabat khususnya di Pulau Lombok, mereka tidak akan membuka perjumpaan dengan kata apa kabar melainkan dengan pertanyaan “Wahme mangan?” atau jika dialihbahasakan berarti “Sudah Makan?” Kemudian mereka akan menyebut makanan yang mereka punya atau makanan yang akan mereka masak jika mereka belum memasak apa-apa. Di pulau ini, bertamu dan makan di rumah seseorang adalah hal yang lazim. Suku Sasak memiliki budaya makan yang disebut “begibung” di mana empat atau lima orang akan makan dari satu piring besar bersama-sama. Urusan makan memang sangat sosial sampai ada yang mengatakan “Ngak enak makan sendiri”.

Dalam makanan ada nutrisi yang diikat dengan tali-tali persaudaran. Saat Ibu atau Ayah memasak makanan untuk anak-anak mereka, ada doa dan cinta di dalamnya. Saat teman memberikanmu makanan ada persabatan di dalamnya. Saat orang asing tiba-tiba memberimu makanan ada iba dan kasih Tuhan di dalamnya. Makanan membuat semua anggota keluarga bahkan satu desa berkumpul. Makanan adalah alat pemersatu umat yang ampuh.

Terlebih lagi, semua mahluk hidup bisa makan namun karena proses memasak, posisi manusia bisa terlihat lebih tinggi dari mahluk yang lain. Saya menggunakan kata terlihat karena saya ekosentris. Memasak makanan adalah simbol humanity manusia. Memasak tidak mengenal jenis kelamin. Keterampilan ini adalah hal utama yang harus dimiliki setiap manusia untuk bertahan hidup.

Marketing dalam Culinary Art

Penyajian dan penamaan dalam menyiapkan makanan adalah seni. Dalam seni “Tidak ada yang salah”. Semua karya adalah perjalanan untuk mencapai karya-karya yang lebih baik lagi. Seni rasa dan nama biasanya dijadikan alat oleh marketing untuk menarik perhatian, agar lebih mudah diingat atau untuk menuai sensasi yang bertujuan untuk medapatkan ledakan pasar.

Penamaan makanan dan minuman biasanya melawan dan atau bertentangan dengan ide-ide mainstream sehingga terkesan berbeda atau pemberontak atau rebel. Rebel dan berbeda dimaknai sebagai hal yang keren bagi banyak orang, khususnya bagi anak muda. Misalnya nama Es Teler yang secara harfiah berarti es yang memabukkan. Mana mungkin es bisa memabukkan bukan? Jika ada es yang memabukkan berarti itu bukan es tapi cocktail. Penamaan es teler bisa diterima secara sosial dan tidak menimbulkan perdebatan di media sosial walaupun dengan jelas mabuk-mabukan dilarang oleh semua agama.

Contoh lainnya adalah Mie Setan yang dijual di persimpangan Majeluk, Kota Mataram. Setan artinya iblis, biasanya digambarkan bermata merah dan bertanduk merah, kata ini juga sering dijadikan sumpah serapah saat kita sedang marah. Tujuan pedagang menggunakan kata “setan” adalah untuk menggambarkan sensasi pedas yang disajikan dalam berbagai level. Secara tidak langsung, ia ingin memberi makna yang positif di mana saat seseorang mengucap kata “setan”, yang terbayang adalah mie buatannya bukan ungkapan kemarahan. Karena protes masyarakat, nama mie ini diganti namun saya dan keluarga selalu menyebutnya Mie Setan karena lebih sederhana dan mudah diingat.

Makanan lainnya adalah Bubur Ayurveda. Saya mencoba burbur ini karena namanya yang anti-mainstream. Ayurveda memang terdengar sangat lekat dengan Hindu dan seperti nama mantra atau doa. Dalam bahasa Sangsekerta, ayur artinya kehidupan dan veda berarti ilmu. Ayurveda berarti ilmu kehidupan, nama yang indah bukan? Ayurveda adalah kitab yang mengajarkan tentang obat-obatan di India sejak 5,000 tahun yang lalu. Seperti namanya, bubur ini terbuat dari beras merah, sayur dan herbs yang bagus dikonsumsi untuk penderita asam lambung seperti saya. Bubur ini saya coba di rumah makan vegan Terra, satu-satunya rumah makan vegan yang ada di Kuta.

Selain Es Teler, Mie Setan, Bubur Ayurveda, ada Nasi Kucing di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Nama ini memang kurang ramah didengar untuk pecinta kucing atau pecinta hewan. Walaupun demikian tentu laukknya bukan kucing seperti es teler yang tidak memabukkan. Nasi ini diungkus dengan daun pisang dan disebut nasi kucing karena porsinya kecil dan lauknya adalah ikan dan tempe. Lalu apa yang membuat nasi ini spesial? Selain rasa dan porsi tentu namanya yang sensasional. Penamaan dan penyajian yang khas telah menambah kekayaan kuliner Indonesia dan membuatnya semakin terkenal.

Bagaimana dengan Nasi Anjing?

Nasi Anjing adalah nasi yang menimbulkan perdebatan di sosial media karena namanya. Nasi ini diberikan gratis kepada warga di Warakas sebagai bantuan pada masa sulit ini. Seperti Nasi Kucing yang lauknya bukan kucing, Nasi Anjing laukknya bukan anjing, isinya makanan halal seperti daging, sosis, teri dan lain-lain. Hal ini mengingatkan saya pada soliloque Juliet tentang nama. “What’s in a name? That which we call a rose. By Any Other Name would smell as sweet,” yang artinya “Apalah arti sebuah nama? Yang kita sebut mawar. Dengan nama lain pun ia akan tetap harum."

Wiliam Shakepiare, penulis Romeo and Juliet percaya bahwa nama tidak berarti apa-apa, yang membuat seseorang menjadi manusia bukan nama melainkan dirinya dan cinta bisa diberikan kepada yang dicintai tanpa memandang nama. Tentu ini tidak bisa menjadi analogi penuh tentang penamaan Nasi Anjing karena konteksnya berbeda, antara Romeo dan Juliet yang saling jatuh cinta. Apabila konteks diubah antara yang membutuhkan dan yang berada, dengan penamaan makanan  menggunakan nama sumpah serapah yang biasa digunakan di Indonesia dan diberikan secara gratis tentu bisa membuat si penerima atau yang membutuhkan merasa terhina.

Bagaimana dengan perasaan pemberi Nasi Anjing? Ada baiknya kita mencoba memposisikan diri sebagai pemberi. Pernahkah kita berpikir mengapa nasi ini dinamakan Nasi Anjing. Semoga kita tetap bisa berpikir positif kepada si pemberi dan semoga si pemberi bisa lebih berhati-hati dalam menamai barang atau sumbangan yang ingin diberikan kepada yang membutuhkan. Terlepas dari penamaan yang tidak sesuai dengan konteks, bagaimanapun juga, ia telah mengorbankan waktu, tenaga dan materi untuk melakukan sesuatu di tengah pandemi COVID-19. Bagaimana dengan kita? Apa yang telah kita lakukan selain memberi komentar-komentar pro dan kontra? Semoga komentar kita tidak menyulut perdebatan dan menimbulkan perpecahan antar agama dan ras!

Anjing dan sumpah serapah

Terlepas dari penamaan nasi yang tidak sesuai dengan konteks, jujur saya sangat tidak setuju dengan penggunaan hewan misalnya seperti anjing untuk dijadikan sumpah serapah. Saya tidak setuju dengan cara anjing diperlakukan. Tidak jarang saya melihat anjing terluka, dipukuli dan bangkainya ditaruh di tengah jalan. Anjing tidak haram untuk disentuh atau dipeluk oleh Muslim, hanya saja mereka diwajibkan untuk mencuci tangan dan membersihkan diri setelah menyentuhnya.



Dalam Al-Quran bahkan dikisahkan bahwa seekor anjing bernama Qhitmir menemani tujuh pemuda Ashabul Kahfi melarikan diri dari Raja yang zalim dan Qhitmir ikut berpetualang menembus lorong waktu. Kisah islami lainnya yang pernah saya dengar tentang Anjing adalah cerita seorang perempuan pendosa yang masuk surga karena memberi minum anjing. Dalam mitologi Hindu, walaupun tidak sesuci sapi, anjing memiliki tempat sebagai kendaran salah satu dewa. Lebih-lebih anjing adalah hewan pertama yang dijinakkan dalam sejarah manusia.

Kisah-kisah ini adalah bukni bahwa anjing punya posisi dan tidak layak dijadikan sumpah serapah. Mengapa manusia tidak menggunakan kata “manusia” sebagai serapah? Bukankan kita, manusia perusak utama di bumi?

Comments

  1. Saya bersyukur dilahirkan dan tinggal di pulau lombok yang menyuguhkan pemandangan alam yang indah. Terlebih lagi orang orang di pulau lombok orangnya baik dan ramah walaupun tidak ada makanan tetap saya di tawarkan atau ditanya sudah makan apa belum. Makanan memang penting untuk mempunyai nama yang menjadi ciri khasnya, tetapi saya setuju nama itu tidak mempengaruhi makanan tersebut seperti bunga mawar yang namanya di ubah tetapi tetap harum. Masalah tentang nasi anjing, saya bingung dengan orang orang tersebut kenapa harus merendahkan makanan tersebut hanya karena namanya tercantum nama "anjing". Saya juga setuju dengan pernyataan tentang anjing itu boleh di sentuh oleh umat muslim tetapi terkecuali air liurnya dan juga anjing bukan hewan yang patut direndahkan karena anjing sama seperti hewan yang lain. Apalagi menyebut "anjing" sebagai serapah. Saya berharap masyarakat indonesia dapat lebih bijak lagi dalam menanggapi sesuatu, walaupun namanya yang anti mainstream namun makanan tersebut telah susah payah di buat jadi tolong hargai

    ReplyDelete
  2. saya bersyukur pernah bertemu dengan wanita super talented seperti anda, tulisan mudah dimengerti dan sangat menginspirasi,. Teruslah menulis dan menjadi inspirasi banyak orang salahy satunya founder Lembaga Kursus dan Pelatiha "Putra Pertiwi".

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih banyak Am, sukses selalu untuk Am dan untuk Putra Pertiwi.

      Delete
  3. I enjoy your writing, actually the last explanation can be develop more :)

    ReplyDelete
  4. Mendapatkan penghasilan lebih bermain judi online?? bisa kok kalian dapetin dengan mudah hanya dengan bergabung disini JANJIQQ
    yang udah pasti bakal menjamin kalian dapat keuntungan besar,, yukk jangan lewatin kesempatannya!! hubungi sekarang disini +85570243722

    ReplyDelete
  5. Sy suka kalimat tanya terakhir 😇

    ReplyDelete
  6. permainan poker dengan pelayanan CS yang ramah dan terbaik hanya di IONQQ :D
    WA: +855 1537 3217

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa