ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa
Mengenal dengan baik seseroang
memudahkan saya untuk mereview essay mereka. Kebanyakan dari essay yang pernah
saya review, sebagian besar penulisnya kurang menjual diri, terkadang saya
harus melakukan interview singkat untuk mengetahui hal-hal yang perlu
ditambahkan. Tahun lalu saya mereview tulisan sahabat, senior dan dia juga
pernah menjadi atasan saya di sekolah tempat saya bekerja dulu. Ini adalah
salah satu tulisan terbaik yang pernah saya review. Tidak banyak hal yang saya
sarankan. Perempuan yang akrab dipanggil Julia ini memberikan izin kepada saya
untuk membagi tulisannya.
Julia Arungan |
Tahun lalu Julia mencoba mengirimkan
applikasi beasiswanya ke beberapa lembaga untuk melanjutkan kuliah
pasca-sarjana di antaranya adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), American
Indonesia Exchange Foundation (AMINEF) Fullbright dan Australia Award Indonesia (AAI). Ketiga
lembaga ini memanggilnya untuk interview dan alhasil ia diterima oleh ketiga
lembaga ini. Selain mengurus administrasi yang cukup melelahkan di sela
kegiatannya mengajar ia harus menulis tiga essay. Essay pertama yang saya
review adalah essay LPDP.
LPDP mengharuskan pelamarnya untuk
menulis tiga essay utama. Setiap essay biasanya terdiri dari 500-700 kata. Ketiga
essay tersebut bertajuk (1) Sukses terbesar dalam hidupku (2) Kontibusi bagi
Indonesia (3) Rencana Belajar. Pada setiap essay perempuan yang sangat hobby
menulis ini berhasil menggambarkan peran, cita-cita dan tujuannya sebagai
seorang guru, perempuan dan pemimpin dalam bidangnya.
Essay
Pertama : Sukses Terbesar Dalam Hidupku
Ketika mendengar kata ‘sukses’, banyak orang
yang membayangkan tentang rumah bertingkat dan mewah, mobil mengkilap dan
deposito yang tak terhitung jumlahnya di bank. Itu tidak sepenuhnya salah. Seseorang
dapat memiliki definisi sukses dari segi mencapai hal-hal yang diinginkan atau
dicita-citakan. Sukses yang pertama bagi saya, tidak hanya berarti berhasil
mencapai hal-hal yang diinginkan, namun dapat juga berarti berhasil
menyelesaikan suatu tantangan.
Salah satu kesuksesan yang sekaligus
memberikan tantangan bagi saya adalah saat saya terpilih menjadi salah satu
dari 18 peserta se-Indonesia untuk menjadi duta bagi Program Pertukaran Pemuda
Indonesia-Australia (AIYEP) pada tahun 2002. Hanya selang beberapa hari saat
kami berada di Sydney, New South Wales, kami mendapat berita tentang peristiwa
bom Bali yang sekaligus membuat pemerintah Australia mengeluarkan travel
warning bagi warganegaranya. Saat itu saya tinggal bersama keluarga angkat
Australia yang memandang sinis peristiwa bom Bali tersebut dan merupakan
tantangan bagi saya untuk menjelaskan dan memberi gambaran bagaimana Indonesia
yang sebenarnya, yaitu sebagai negara yang penuh cinta damai dan bertoleransi
tinggi terhadap antar pemeluk agama. Saya juga diundang untuk menjadi pembicara
di salah satu sekolah Katolik di Bathurst, New South Wales, untuk berbicara
tentang bagaimana Indonesia dan bagaimana kerukunan bermasyarakatnya. Hari itu
merupakan hari yang istimewa dan sekaligus membanggakan bagi saya, karena di
penghujung acara, banyak siswa sekolah tersebut mendatangi saya dan
berterimakasih telah diberikan pemahaman yang lebih baik tentang Indonesia.
Beberapa waktu setelah saya kembali ke tanah
air, saya berhasil diterima bekerja sebagai guru di satu-satunya sekolah National
Plus di Lombok, meski dalam keadaan belum diwisuda saat itu. Walau demikian,
sukses terbesar dalam hidup bagi saya, adalah saat melatih dan membawa
siswa-siswi SMA di sekolah tempat saya
mengajar untuk mengikuti Festival
Teater Modern Pelajar se-NTB 2011-2012.
Mengajar di sekolah yang mayoritas siswanya
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu, menumbuhkan tantangan tersendiri
dalam memperkenalkan naskah teater Indonesia. Meski demikian, segala kesulitan
dalam faktor bahasa dan padatnya jadwal sekolah tidak membuat kami patah
semangat melainkan semakin menikmati proses latihan. Kesadaran bahwa berteater
tidak hanya semata demi mengikuti festival, namun belajar mengenai banyak hal
seperti kedisiplinan, tanggungjawab, kerjasama tim, dan juga rasa percaya diri.
Salah satu pemain dalam kelompok saya, adalah seorang siswi SMA yang cerdas namun memiliki
berbagai masalah psikologis yang membuatnya nyaris putus sekolah. Ia kerap
absen sekolah hingga berminggu-minggu dan berjuang mengatasi masalahnya hingga
hampir dibawa pulang ke negara asalnya, Jerman. Ia juga memiliki krisis
kepercayaan diri yang parah sehingga ia menjadi sangat pemalu dan tertutup.
Saya mendesaknya untuk mencoba peran utama, karena saya sangat percaya dia
memiliki kemampuan memahami dan membawakan karakter sebuah naskah dan
kertampilan akting yang luar biasa. Awalnya dia sangat ragu dan hampir
membatalkan niatnya untuk berperan dalam lakon tersebut, namun saya
meyakinkannya bahwa dia memiliki potensi dan bakat yang besar dalam dunia seni
peran.
Dari hari ke hari, saya membantunya untuk
membedah naskah dan lebih memahami karakter dari tokoh utama lakon tersebut,
sehingga ia dapat membawakannya dengan sangat alami. Tantangannya dalam
melafalkan dialog naskah dalam bahasa Indonesia tidak membuatnya patah arang.
Ia terus berlatih dengan semangat dan dampak positif dari latihan-latihan kami
malah membuatnya rutin ke sekolah, hal mana yang sangat sulit dilakukannya
sebelum latihan. Total tiga bulan waktu yang telah kami habiskan bersama dalam
berlatih, membuat saya sangat bangga dengan pencapaiannya. Ia bermetamorfosa, dari seorang yang memiliki
krisis percaya diri yang parah, menjadi calon aktris yang sangat natural dan
percaya diri.
Malam itu adalah puncaknya, saat kelompok kami
tampil, dan ia memukau penonton dan dewan juri dengan ketrampilannya berakting.
Hal itu telah membuatnya dinominasikan sebagai salah satu Pemeran Wanita Terbaik
NTB tahun 2012. Di akhir pertunjukan, orangtuanya mendatangi saya, dan ibunya
dengan mata yang berkaca-kaca memeluk saya dan mengucapkan terima kasih. Tidak
hanya berlatih teater membuat putrinya rajin ke sekolah, namun ia kini juga
memiliki harapan dan tujuan tertentu dalam hidupnya.
Sukses,
terkadang bukan sebagai pemegang piala aktor/ aktris atau sutradara terbaik.
Sukses yang kedua bagi saya, adalah mengantarkan seseorang untuk memercayai
potensi dalam dirinya dan mendorongnya menggali potensi tersebut dalam usaha
yang maksimal.
Essay
Kedua : Kontribusi Bagi Idonesia
Memberikan kontribusi bagi Indonesia dilakukan
melalui berbagai cara oleh banyak individu. Ada yang memberikan kontribusi
dalam bidang sains, sastra dan budaya, politik, olahraga dan banyak lagi. Bagi
saya, memberikan kontribusi untuk Indonesia berarti memaksimalkan potensi yang
ada pada diri saya, dan sekaligus berani melangkah keluar dari zona nyaman
untuk sesuatu yang saya yakini dapat memberikan hasil positif, tidak hanya bagi
diri saya pribadi, namun juga bagi orang-orang di sekitar saya.
Kesempatan itu datang pertama kali pada tahun
2002, saat saya terpilih menjadi wakil Propinsi Nusa Tenggara Barat untuk
program Pertukaran Pemuda Indonesia-Australia (AIYEP). Program tersebut
mengajarkan banyak hal positif bagi saya, tentang bagaimana bekerjasama dalam
sebuah tim dan sekaligus membawa nama baik bangsa Indonesia sebagai salah satu wakilnya.
Di saat yang bersamaan, saya berkesempatan untuk mengenalkan bagaimana budaya
Indonesia, tidak hanya pada siswa-siswi sekolah di daerah perkotaan Sydney,
namun juga daerah rural seperti Bathurst. Hal tersebut juga membuka mata, bahwa
meskipun mereka tinggal di Sydney, informasi yang sampai kepada mereka tentang
Indonesia banyak diantaranya yang merupakan kesalahpahaman atau kekurangtahuan.
Contoh sederhana, pada saat sesi tanya jawab, salah satu siswa bertanya apakah
di Indonesia terdapat mobil. Melalui program pertukaran pemuda tersebut, tidak
hanya para peserta saling bertukar informasi, namun sekaligus juga pemahaman
yang lebih baik tentang negara masing-masing.
Pada tahun 2004-2006 saya juga dipercaya
sebagai penerjemah untuk program PEP-Project dan IWAPI. PEP Project adalah
organisasi nirlaba berbasis Kanada, yang bekerjasama dengan IWAPI NTB dalam
membantu wanita-wanita NTB yang bergerak di bidang usaha kecil. Latar belakang
pendidikan saya dalam Bahasa Inggris ditambah pengetahuan tentang adat lokal
sangat berperan dalam membantu menjembatani komunikasi antara pimpinan dan
konsultan PEP Project dengan para wanita pelaku usaha kecil tersebut.
Pada tahun 2011 saya
memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman saya dan bersama seorang rekan mendirikan
sebuah organisasi teater bagi pelajar kelas 10-12 di sekolah tempat saya
mengajar. Saya memberinya nama TEATER TETAS. Sekolah tempat saya mengajar
adalah sebuah Sekolah National Plus dimana mayoritas siswanya adalah anak-anak
warga negara asing maupun campuran. Kami melatih para siswa yang mayoritas
berkebangsaan asing tersebut untuk mengenal dan mencintai sastra Indonesia pada
umumnya dan teater Indonesia pada khususnya. Hal tersebut membuahkan hasil
dengan dinominasikannya sekolah kami untuk kategori ‘Aktor Terbaik’, ‘Aktor
Pembantu Terbaik’ dan sekaligus
memenangkan kategori ‘Pendatang Baru Terbaik’ di Festival Teater Modern Pelajar
NTB pada tahun 2011. Pada tahun 2012, sekolah kami dinominasikan untuk kategori
‘Pemeran Wanita Terbaik’.
Saat ini saya masih aktif sebagai pengajar di
sekolah yang sama dan mendedikasikan waktu saya untuk mengajar dan mendidik baik
siswa WNI maupun WNA dan juga menanamkan nilai kecintaan terhadap Indonesia. Peran
saya termasuk dalam mempersiapkan siswa untuk lebih siap menghadapi persaingan
internasional ke depannya, salah satunya dengan penguasaan Bahasa Inggris dan
pembelajaran dengan pendekatan inquiry.
Sebagai ‘Indonesian Teacher Representative’ di
dalam yayasan sekolah, saya berperan aktif untuk menyuarakan pendapat maupun
saran dari guru-guru Indonesia di dalam rapat Dewan Yayasan di samping terus
melatih teater bagi siswa-siswi SMA di sekolah saya.
Untuk
kedepannya saya akan terus berkiprah sebagai pengajar, karena pendidikan
merupakan salah satu kunci vital dalam pembangunan suatu negara. Sepulang dari
studi, saya akan membagikan dan mempraktikkan ilmu yang saya dapat dan
mengolaborasikan teater ke dalam pelajaran yang saya ampu, serta mendirikan
kelompok-kelompok teater bagi remaja-remaja di sekitar sekolah saya. Teater
seyogyanya bukan hanya dimiliki oleh segelintir orang saja, melainkan harus menjangkau lebih dari
itu. Teater tidak hanya berperan sebagai salah satu seni pertunjukan, ia bisa
sebagai suara untuk didengar, dan salah satu yang terpenting, menyalurkan
kegiatan positif bagi remaja-remaja Indonesia saat ini. Di sinilah peran saya
sebagai pendidik dan penggiat seni ingin saya tingkatkan; tidak hanya dengan
kegiatan yang positif bagi remaja Indonesia, tapi juga menyiapkan mereka dengan
bahasa internasional yang kian dibutuhkan. Dengan kata lain, saya ingin
berperan sebagai pendidik yang tidak hanya mengajarkan bahasa Inggris kepada
siswa/i saya, melainkan juga menumbuhkan kecintaan terhadap seni dan sastra,
termasuk teater.
Essay
Ketiga : Rencana Belajar
Saya
menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 1 Gerung, Lombok
Barat, pada tahun 2000. Saya lulus SMA sebagai siswa dengan NEM tertinggi di
sekolah dan mendapatkan tawaran untuk memasuki dua universitas negeri melalui
jalur PMJK. Dua universitas yang menerima saya melalui program tersebut adalah
Universitas Udayana dengan Program Studi Arkeologi Indonesia dan Universitas
Mataram dengan Program Studi Bahasa Inggris. Saya kemudian mengambil tawaran PMJK
dari Universitas Mataram, yaitu Program Studi Bahasa Inggris. Di tengah-tengah
perkuliahan saya di Universitas Mataram, saya tetap menyalurkan kecintaan saya
akan dunia sastra dan seni pertunjukan, dengan mengikuti lomba-lomba menulis
dan membaca puisi atau cerpen. Saya juga menjadi anggota Teater Putih FKIP
UNRAM dan belajar pertama kali tentang teater di organisasi ini. Saat saya mengikuti program pertukaran pemuda
pada tahun 2002, saya magang di Sidetrack Theatre Company Sydney, NSW. Di
tempat tersebut saya berkesempatan untuk bekerja dan membantu sutradara dan
penulis naskah dari Sidetrack Company, Mr. Donald Mamouney, saat beliau membuat
naskah yang mengadaptasi salah satu cerita tradisional Indonesia. Saya juga
melihat dan belajar mengenai seni teater di Australia, melalui diskusi dan menonton
beberapa pertunjukan. Hal tersebut membuat saya semakin mencintai dunia seni
dan sastra pada umumnya dan teater pada khususnya.
Kedepannya saya berencana untuk meneruskan
kuliah pada jenjang pascasarjana S2 dan saya mempelajari bahwa University of
British Columbia- Kanada, menawarkan program Master of Fine Arts in Creative
Writing and Theatre. Program ini adalah program purna waktu selama dua tahun,
dan gelar yang diberikan setelah lulus studi adalah MFA (Master of Fine Arts). Untuk
menyiapkan diri saya dalam memulai proses tersebut, saya telah mengikuti tes
ITP TOEFL pada bulan Desember 2015, dengan skor total 590. Saya juga akan memulai
proses pendaftaran kepada universitas yang bersangkutan guna mendapatkan Letter
of Acceptance. Adapun waktu pendaftaran adalah pada bulan Juli 2016.
Ketika saya diterima di universitas tersebut,
tidak saja saya akan fokus pada program-program kuliah yang diberikan, namun
juga akan aktif dalam diskusi-diskusi pembelajaran yang bisa saya dapatkan baik
di dalam maupun di luar perkuliahan. Saya juga akan menjadi tenaga sukarelawan
di sekolah-sekolah di Kanada sebagai pengajar lepas dan sekaligus
memperkenalkan kebudayaan lndonesia melalui seni pertunjukan. Di samping itu
saya akan bergabung dengan komunitas teater atau komunitas penulis di sekitar
kampus, untuk berbagi dan belajar lebih banyak lagi, tentu saja tanpa
mengorbankan komitmen saya akan perkuliahan. Impian saya ketika belajar di
Kanada adalah menulis dan menyutradarai sebuah pertunjukan yang berlatar
belakang budaya Indonesia dan dibawakan dalam bahasa Inggris. Hal ini telah saya lakukan sebelumnya di
sekolah tempat saya mengajar, yaitu menulis dan menyutradarai sebuah lakon
adaptasi cerita lokal Lombok (Putri Mandalika) dengan menggunakan tiga bahasa, yaitu bahasa
Indonesia, bahasa Sasak dan bahasa Inggris.
Setelah
menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelas Master of Fine Arts (MFA) saya
akan melamar menjadi dosen di almamater saya, yakni Universitas Mataram. Saya
akan memberikan kontribusi dari ilmu
yang saya dapatkan dengan mengajar mata kuliah seperti Creative Writing,
Poetry, Drama mapun Cross Culture Understanding (CCU). Semua mata kuliah
tersebut terdapat dalam Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris pada jenjang S1,
sementara masih sangat jarang dosen bahasa Inggris di universitas saya yang
memiliki latar belakang dalam menulis karya sastra maupun menyutradarai sebuah
pertunjukan. Tidak hanya itu, saya juga akan bergabung dengan sanggar-sanggar
atau komunitas seni di NTB dan membagikan ilmu yang saya dapat di Kanada
sehingga sastra dan seni di NTB akan semakin hidup. Saya akan mendirikan
komunitas yang tidak hanya fokus pada seni pertunjukan, namun juga penulisan
kreatif dalam bahasa Inggris. Hal ini saya maksudkan sebagai pengajaran bahwa
bahasa Inggris tidak melulu tentang mempelajari tata bahasanya, namun bisa
menjadi sesuatu yang menyenangkan dan inspiratif.
Sekarang
Julia sedang menjalani Pre-departure Training di Jakarta. Pilihannya jatuh pada Australia Award
Indonesia karena alasan pribadi, terlebih lagi ia pernah mengikuti pertukaran
pemuda ke Australia sebelumnya di bawah naungan Departement of Foreign Affairs and Trade Australia dan Kementrian Pendidikan dan Olahraga.
Dua perempuan yang sungguh inspiratif.
ReplyDeleteSemoga semakin banyak perempuan lainnya yang mengekor jejak positif kalian, inshaAllah aamiin.
Ocean thanks sweetheart :)
ReplyDeleteI have red all you are written. It's all inspired and beyond amazing. My life and mind always opened when i red it. Ocean thanks zi. I will attain my dream
ReplyDeleteinspiratif mb zi :)
ReplyDeleteShe's already in Australia? I thought she was in Jakarta for a pre-departure trainig
ReplyDeleteJulia just told me to edit that part, thank you for your gentle reminder!
ReplyDeleteMbak Julia, teman saya disini, di Australia. di Semester ini sempat sekelas dua mata kuliah. T
ReplyDelete