Berkelana dalam buku “100 Places Every Woman Should Go”

I kick like a girl, and I swim like a girl, and I walk like a girl, and I wake up in the morning like a girl, because I am a girl. And that’s not something that I should be ashamed of, so I am going to do it  anyway--Taken from always like a girl.

And I travel like a girl because I am a girl  and always like a girl


Ketika membaca buku saya sangat suka menggaris bawahi hal-hal yang menurut saya menarik. Kadang saya merasa pena saya menggaris bawahi terlalu banyak informasi dalam buku ini. Buku setebal 331 halaman ini memang menarik, membawa saya lompat dari satu negara ke negara lain, dari benua ke benua lain, dari satu pulau ke pulau lain bahkan membawa saya kembali pulang ke Indonesia.

100 bab dalam buku ini tidak hanya menjelaskan tentang tempat-tempat dan alasan mengapa perempuan harus memilih atau menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut. Stephanie Elizondo Griest, sang penulis buku juga memberikan saran buku-buku dan alamat website yang bisa dibaca terkait dengan tempat tersebut untuk memberikan paparan yang lebih mendalam. Pada beberapa bab, Griest bahkan menambahkan puisi dan kutipan dari berbagai tokoh seperti traveler, penulis dan activist. Untuk mempermudah pembacanya, buku ini dibagi kedalam Sembilan bagian yang masing-masing terdiri dari 7 sampai 16 bab.

Bagian pertama bertajuk Powerful Women and Their Places in History. Pada bagian ini dijelaskan berbagai tempat bersejarah di belahan dunia yang terkait tentang kisah perempuan dan pergerakannya. Salah satunya adalah The Basilica of National Shrine of the Immaculate Conseption di Washington DC di mana Madonna, Bunda Maria atau dalam islam akrab disebut Siti Mariam diziarahi. Tempat ini dianggap sebagai salah satu rumah feminist. Dalam bab lainnya terdapat kampung halaman Joan of Arch di Rounen di prancis, St. Pittersburg Rusia, Upstate New York tempat lahirnya Women’s Right Movement 1448 dan hal-hal bersejarah lainnya tentang perempuan.

Pada bagian kedua, Griest memberi tema 11 bab ini dengan sebutan Place of Adventure. Tempat pertama yang ia tulis adalah Antartica. Dalam bab ini ia menyebutkan bahwa sebelum tahun 70an pemerintah Amerika melarang perempuan untuk bekerja dalam berbagai penelitian dan operasi yang dijalankan US. Alhasil hingga sekarang perempuan yang mengunjungi tempat ini sangat minim.

Bagian ketiga penulis menjelaskan berbagai tempat-tempat yang berhubungan dengan Penyucian dan Kecantikan. Giest meperkenalkan pembaca dengan teknik membersihkan dan melembutkan kulit The Brazilian Bikini Wax di Rio de Janero sampai mandi suci The Onsen and Sento di Jepang.

Pusat fashion yang terletak di Eropa, Timur Tengah, Amerika Utara bahkan Afrika ada di bagian keempat. Dalam bagian yang bertema Place of Indulgence ini tempat membeli chocolate, ice cream, anggur, hidangan-mediterania sampai tempat-tempat untuk mendapatkan baju-baju artis Hollywood dan Bollywood dengan harga murah dijelaskan penulis dengan detail. Untuk yang tertarik menulis tentang sejarah fashion, bagian keempat bisa menjadi rujukan tempat-tempat yang bisa dikunjungi.

Bagian kelima adalah Place of Celebration and Womanly Affirmation. Yang menarik perhatian saya adalah Museum of Menstruation. Diceritakan bahwa Museum ini dibangun oleh Herry Finley, American Bachellor yang giat mengkampanyekan kesehatan perempuan. Tempat lainnya adalah Florence, Italy. Florence selalu merayakan Feminism melalui seni lukis dan ukir. Kalau melihat lukisan dan patung-patung di tempat ini perempuan tidak akan terlalu memikirkan tubuhnya yang montok. “All curves are sexy”

Semakin membaca jauh, saya semakin bertanya-tanya ada apa dibagian keenam. Bagian yang terdiri dari 8 bab ini menceritakan tentang New Orleans di Lousiana,  Vieques di Puerto Rico, Benin, Cambodia, Ethiopia, Cartagena di Colombia Beirut di Libanon dan beberapa tempat lainnya yang berkaitan dengan perjuangan dan kelahiran baru seorang perempuan.  Dari beberapa negara yang saya sebutkan di atas, Benin menjadi pusat perhatian utama saya. Terletak di Afrika timur, tempat ini cukup menantang untuk para traveler. Ransportasi dan fasilitas umum sangat minim. Tidak jarang para traveler akan berkata ya untuk tidur bersama keluarga di bawah bintang. Selain itu tempat ini dikenal dengan sebutan “Slave Coast” karena dulu pada abad ke 16 jutaan perempuan, laki-laki dan anak-anak dijual.

Seperti temanya Place of Inspiration and Enlightenment, pada bagian ketujuh ini penulis membuka babnya dengan gunung yang dianggap paling suci seAsia, yaitu Gunung Kailash yang berada di Tibet. Dari Tibet jari-jari saya terbang ke USA, tempat-tempat suci peninggalan peradaban Anazasi kemudian terbang ke Uluru di Aiustralia, ke Turkey, ke The 88 Sacred Temples yang berada di Jepang di mana setiap penziaran meninggalkan koin di setiap anak tangga untuk mengusir kesialan dan berakir di Island of The Goddes, Hawai.

Pada bagian kedelapan, buku ini membawa saya pulang ke Indonesia, tepatnya ke Ubud, Bali. Griest menggambarkan Bali sebagai negeri yang hanya dihuni oleh para seniman, ia bahkan merasa saat ia di Bali ia adalah salah satu dari mereka. Selain Bali, di bagian yang bertema Just to go place ini Griest juga menyebutkan beberapa classic castle di Jerman dan Inggris seperti  Frankenstein’s Castle dan Edinburg Castle. Sedangkan di Iran, Griest membuat pembaca familiar dengan Ali Qapu Palace yang dikenal sebagai Mesjid Wanita.

Bagian terakhir terdiri dari 16 bab dengan tema Best All ‘Round Places. Setiap bab menjelaskan lebih dari satu tempat menarik di setiap negara yang disebutkan. Bagian ini membuat saya ingin kembali ke New York, karena banyak sekali museum yang saya lewati terutama saat berjalan di 5th Avenue dan tempat-tempat belanja para pesohor Hollywood. Griest mengakhiri babnya dengan judul Motherland, seruan untuk para traveler untuk menjelajahi asal-muasal dan kampung halaman mereka sendiri. 

Comments

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa