Anatomi Rindu: Tidak Ada New York Hari Ini


Buku ini saya bedah karena pertama, saya jarang menonton film dan menonton TV, saya punya flat screen kecil tapi sama sekali tidak ada TV channel. Biasanya saya akan mendownload video dari youtube atau dari website-website yang paling saya suka, kemudian memindahkannya ke dalam hard drive dan menyambungkannya ke TV untuk ditonton, ya saya memang tidak berniat menonton film Ada Apa Dengan Cinta (AADC)—film yang ditonton oleh hampir semua pemuda di Indonesia. Kedua, karena sebagian besar buku-buku yang saya punya dan saya review sebelumnya berbahasa Inggris. Buku ini adalah buku berbahasa Indonesia pertama yang saya review. Ketiga, karena saya sedang melakukan analisis pada kata atau rasa yang disebut “rindu.”

Buku ini memang cukup terkenal tapi saya yakin puisi-puisi dalam buku ini tidak seterkenal filmnya, tidak hanya karena puisi-puisinya panjang dan tidak mudah diingat tapi mungkin juga karena kata-kata sering kali tidak berbuat apa-apa, bahkan memperburuk apa yang kita rasakan. Seperti kata seorang sastrawan Prancis, Rolland Barthes “Literature is question minus answer.” Kalimat ini sangat tepat menjelaskan isi buku dari Aan Mansyur yang dari awal hingga akhir halamannya mengadu tentang rindu. Rindu yang muncul dalam berbagai bentuk seperti bayangan, air mata, kekosongan, keterasingan dan pertanyaa-pertanyaan yang tentu saja tidak diiringi dengan jawaban dan bahkan mengurangi pertanyaan itu sendiri, kalaupun ada jawaban, jawaban itu tidak akan bisa menggenapkan pertanyaan-pertanyaan tersebut karena sosok yang dirindukan tidak muncul nyata, hanya muncul dalam puisi.

Salah satu puisi dari buku ini, halaman 70-71

Akhirnya Kau Hilang

Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di mana-mana.
Di udara dingin yang menyusup di bawah pintu atau di baris-baris puisi lama yang diterjemahkan dari bahasa-bahasa jauh.
Di sepasang mata gelandangan yang menyerupai jendela rumah berbulan-bulan tidak dibersihkan atau di balon warna-warni yang melepaskan diri dari tangan seorang bocah.

Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di jalan-jalan yang lengang atau bangku-bangku taman yang kosong.
Aku menemukanmu di salju yang menutupi kota seperti perpustakaan yang meleleh.
Aku menemukanmu di gerai-gerai kopi, udara dan aroma makanan yang kurang atau terlalu matang

Aku menemukanmu berbaring di kamarku yang kososng saat aku pulang dengan kamera dan kepala berisi orang-orang murung yang tidak kukenal.
Kau sedang menyimak lagu yang selalu kau putar. Buku cerita yang baru kelar kau baca telungkup bagai bayi tidur di dadamu. 
Tidak sopan, katamu, mengerjakan hal yang lain sambil menyimak kesedihan dinyanyikan..

Akhirnya kau hilang. Kau meninggalkan aku--dan kenangan kini satu-satunya masa depan yang tersisa. 


Buku tanpa daftar isi ini berisi lebih dari dua puluh puisi dan kumpulan foto-foto hitam putih kota New York yang diambil oleh Mo Riza membuat rasa rindu dalam puisi-puisi ini seperti bisa disentuh. Tidak ada kata pengantar dari penulisnya, tidak ada kepada siapa buku ini diperuntukkan, jika menerka sepertinya hanya untuk tokoh bernama Cinta dalam film AADC. Walaupun demikian, dalam buku setebal 118 halaman ini Aan Mansyur dengan pandai menjelaskan tahapan-tahapan rindu, di mana saat rindu itu adalah luka, mengeluarkan bentuk pertamanya seperti air mata, di tengah jalan perlahan rindu menjadi teman yang menyadarkan pembaca, semakin patah hati seseorang maka dia akan tahu apakah itu benar-benar cinta atau hanya perasaan suka sesaat. Hingga pada akhirnya rindu bisa membuat seseorang benar-benar tersenyum, ada perasaan senang saat berdamai dengan masa lalu, seperti hidup di masa sekarang dengan kenangan dan terus membawanya ke masa depan. 

Kalau kamu sedang merindukan seseorang sebaiknya jangan membaca buku ini, bacalah buku-buku yang akan membuatmu lebih tenang atau buku-buku kumpulan cerita lucu yang bisa membuatmu tertawa. 

Comments

  1. Buku yang menarik. Riviewnya juga bagus. Salam kenal mba :)

    ReplyDelete
  2. Salam kenal juga, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya!

    ReplyDelete
  3. Saya suka Aan sejak dulu, sejak tahun 2007. Sejak di Makassar. Puisi-puisinya selalu sederhana, gak kenal kata ribet, kata-kata yang bikin puisinya jadi hilang makna.

    Lewat buku ini saya jadi makin suka sama Aan :)
    Puisi favorit saya yang pukul 4 pagi ^_^

    ReplyDelete
  4. Andy kamu pasti puitis sekali ya.......

    ReplyDelete
  5. Andy kamu pasti puitis sekali ya.......

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa