Catatan Mahasiswa: Apakah NTB Punya Zonasi Laut?

Minggu ketiga October, Kamis pagi di kelas pertama, setelah menerangkan zonasi dan aturan-aturan kelautan nasional dan negara bagian Queensland, Professor Bill meminta kami sekelas untuk mengambar zonasi laut dan zonasi wisata provinsi masing-masin. Kami juga diminta untuk mengidentifikasi potensi pembangunan untuk 50 tahun ke depan. Mahasiswa yang berasal dari propinsi yang sama berkumpul dengan group masing-masing setelah mendengarkan perintah. Kami mengambil kertas dan spidol warna-warni yang telah disiapkan untuk menggambar zonasi tersebut serta menambahkan tempat-tempat yang berpotensi besar sebagai hubs berikutnya.


Dengan cepat saya mengetik keywords untuk mencari gambar zonasi NTB berharap akan dengan cepat menemukan zonasi laut seperti teman-teman di group lain. Yang muncul pertama kali di layar adalah artikel yang dipos oleh salah satu media nasional pada bulan April 2015 yang berjudul tentang “Baru Lima Propinsi yang Memiliki Perda Zonasi.” Disebutkan NTB sebagai salah satunya. “Kalau kita punya perda kemungkinan besar kita sudah punya,” pikir saya sejenak sambil meneruskan membaca heading-heading dari website koran-koran lokal. Hampir semuanya dipos pada tahun lalu, adapun yang terbaru adalah pada bulan Februari 2016. Artikel-artikel tersebut berisi tentang pendanaan, siapa yang harus bekerja sama dengan siapa, dan tidak satupun saya temukan gambaran kasar tentang zonasi laut NTB sendiri. Sayapun bertanya pada teman saya yang kebetulan bekerja di pemerintahan dan diapun tidak memberikan jawaban yang tentunya sama-sama kami inginkan. Kemudian saya mengganti pencarian melalui Google image dan menemukan slideshare rencana tata ruang NTB tahun 2009-2026 yang berisi perda rencana tata ruang.

Kesal tidak mendapatkan apapun ditambah lagi melihat group dari propinsi-propinsi lain dengan santai menggambar zonasi yang jelas dan melakukan analisis masalah-masalah wilayahnya, sayapun melapor kepada Professor kalau saya tidak menemukan gambar apapun terkait dengan zonasi laut, yang saya temukan hanya perda dan artikel terkait perencanaannya, sedangkan untuk zonasi wisata yang saya temukan hanya Zonasi Gili Matra dengan gambar seadanya. Bersama teman-teman sekolompok, kamipun memutuskan menggambar zonasi sendiri seadanya. Zonasi yang kami buat mengacu pada potensi daerah berdasarkan dokumen yang dipublikasikan oleh dinas kelautan dan perikanan dengan mempertimbangkan masalah transportasi dan konservasi.

“Zonasi belum jelas punya atau ngak, mau menarik wisatawan 4 juta.” Kritik salah satu teman saya. “Mungkin ada tapi tidak diupload ke cloud atau mungkin diupload tapi ngak ada yang buka, jadi di goolge urutannya paling bawah ngak muncul-muncul,” balas teman yang lain berusaha menenangkan. “Kita harusnya jadi problem solver bukan jadi tukang complain dan membuat masalah baru,” tambah teman yang lain lagi. “Kalau ngak ada yang complain masalahnya pasti ngak bisa diliat. Complainer is an error analyst atau bahasa kerennya tukang observasi,” balas saya sambil menggambar garis-garis daerah laut yang diperuntukkan khusus untuk wisata.


Untuk membuat gambar zonasi kami semakin menarik, kami menggunakan zoning map kota Cairns sebagai contoh.  Kami memilih zoning Map-5, Great Barrier Reef Marine Parks Zoning. Dalam brosur yang berukuran sekitar 70 cm dituangkan peta zonasi dan penjelasannya berbagai macam informasi mengenai special management area, petunjuk memancing, anchoring and mooring, pulau-pulau dan pantai yang menjadi world heritage, area terlarang, informasi kontak dan serta hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan wisata. Zonasi taman laut ini dibagi kedalam 10 zona dan ditandai dengan warna tersendiri. Misalanya Pink Zone (Preservation). Area ini terlarang, tourist tidak diijinkan untuk menyelam atau melakukan kegiatan sightseeing. Biasanya hanya penelitian dengan mendapat ijin yang boleh dilakukan di tempat ini. Ada juga Sicntific Research (orange) Zone yang memang khusus untuk penelitian, Habitat Protection (Dark Blue) Zone yang tidak memperbolehkan menangkap ikan atau mencari sesuatu yang dibutuhkan di tempat ini.


Saat menyelam di taman laut ini, karang-karang yang saya lihat keindahannya tidak sebanding dengan karang-karang yang saya lihat pada saat snorkeling di laut antara Gili meno dan Trawangan. Jadi saya menyelam di area yang memang dikhususkan untuk tourist yang disebut Estiarine Conservation (Brown Zone) Zone. Sudah banyak coral bleeching di sini. Bahkan teman saya seorang dive master asal Labuan Bajo sangat kesal karena sudah membayar mahal dan mendapat pemandangan seperti itu. Memang di Indonesia kita bisa menyelam atau snorkeling di manapun dan sangat dimanjakan. Terlepas dari hal tersebut memiliki zonasi yang baik adalah awal yang lebih baik untuk pariwisata dan konservasi alam kedepannya.


Biasanya untuk membuat zonasi suatu area dibutuhkan satu sampai dua tahun dengan perencanaan yang matang. Seperti negara bagian Queensland, zoningnya memakan waktu sekitar dua tahun. Programnya pun terus berlanjut meski kepemimpinan digantikan. Lalu bagaimana dengan nasib zonasi yang kami gambar? Professor Bill dengan baik hati memberikan tambahan waktu untuk menyelesaikan project ini. Untuk yang punya file zonasi Lombok atau Sumbawa, atau Teluk Ekas, Teluk Jor dan sebagaiya bisa pos linknya di kolom comment. Terima kasih banyak sebelumnya!

Comments

  1. kalo blm ada berarti ada peluang project zonasi yang bisa digarap say

    ReplyDelete
  2. Mbak Sri selalu liat peluang yaa......

    ReplyDelete
  3. Kenapa ga nanya sm sy tentang zonasi laut NTB 😯???

    ReplyDelete
  4. NTB ngak punya miris, yang ada cumaq zonasi tiga gili...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cb tanya sm sy, pasti sy bilang gtw 😂

      Delete
    2. Cb tanya sm sy, pasti sy bilang gtw 😂

      Delete
  5. Artikel yang keren. Kaya informasi.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa