Menapak Jalan Surga di Pulau Paserang


“Terdiri lebih dari 17.000 pulau membuat Indonesia memiliki panggilan yang sangat unik. Jika hampir seluruh warga dunia menyebut negara mereka my mother land atau my father land orang Indonesia menyebut negara mereka Tanah Airku yang menegaskan identitasnya sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia”


Dari perahu yang saya tumpangi, Pulau Paserang tampak seperti kapal terbalik yang mengingatkan saya tentang cerita Kapal Nuh yang terdampar di Gunung Ararat Turki. Puncak bukitnya terlihat rata, saya banyangkan saya akan kembali untuk camping dan menyaksikan matahari terbit dan tenggelam dari tempat itu. Setelah sekitar 20 menit di atas perahu dari Pelabuhan Kepulauan Balu, akhirnya perahu tertambat di kayu jembatan dermaga pulau paserang. Di pantai sekitar Pulau Paserang dilarang keras menambatkan jangkar di laut, tujuannya adalah untuk melindungi karang-karang dan biota laut.  Laut paserang sangat bening, saya bisa melihat ikan, ular laut dan karang-karang dengan jelas. Setiap kali melihat gerombolan ikan yang berwrna-warni “Oh My God” akan keluar dari bibir kecil saya. “This is Oh-My-God-Place indeed” sahut teman saya seratus persen setuju. Kamipun mengambil foto bergantian di atas dermaga sebelum menjelajahi pulau ini.

Dermaga Pulau Paserang

Senangnya luar biasa, tidak hanya dimanjakan dengan keindahan alam kamipun disambut dengan hangat oleh kru penjaga pulau. Kami menjabat tangan mereka satu-satu dan memperkenalkan diri. Mereka bahkan bertanya apakah kami puasa atau tidak. Kalau ada salah satu dari kami yang tidak puasa mereka mau meyiapkan minuman. “Terima kasih Pak, kami puasa, kebelutan semuanya Muslim” jawab teman saya menolak tawaran salah satu kru penjaga pulau dengan sopan. “Alhamdullilah” responya singkat. Kamipun dipersilahkan beristirahat sejenak dan menaruh barang-barang yang kami bawa di salah satu bungalow yang digunakan sebagai base camp oleh semua kru. Di pulau Paserang terdapat sekitar 6 bungalow yang disewakan. Pemerintah setempat bekerja sama dengan pengusaha domestik dari Jakarta untuk membangun tempat ini. Bungalow ini rencananya akan segera diresmikan pada bulan Agustus atau September.



Pulau Paserang terlalu menggoda, kami tidak sabar untuk mulai mengeksplor tempat ini. Setelah istirahat yang singkat kami berjalan menuju bagian belakang bungalow untuk mendaki Bukit Paserang yang tingginya sekitar 500 mdpl. Bukit Paserang tidak curam, jalan setapak yang mulus sangat aman untuk didaki, bahkan dengan memakai sandal jepitpun pendaki akan tetap merasa nyaman. Saya berhenti berkali-kali saat menapaki jalan ini untuk mengambil foto landscape yang memanjakan mata. Berdiri di jalan setapak ini bisa merubah orang yang tidak suka difoto menjadi model dadakan yang mau difoto terus menerus tanpa dibayar. Waktu berjalan cepat, tak terasa kamipun mencapai puncak Paserang yang rata. Saya berjalan ke unjung selatan mengikuti jalan setapak yang sepertinya tak berujung. Di bagian selatan pulau ini pantainya ditumbuhi tanaman bakau. Wajah Gunung Rinjani terlihat agung seperti lukisan raksasa yang tergantung di langit. Dari puncak utara, tujuh pulau-pulau lain dan Pulau Sumbawa tampak seperti tonjolan-tonjolan hijau di atas kanvas dengan background degradasi warna biru. Kata paserang  berarti pasar atau tempat keramaian, konon pulau ini dijadikan tempat singgah nelayan-nelayan kecil dari pulau-pulau sekitar.

Puncak Paserang yang datar
Penginapan di Pulau Paserang

Saya dan teman-teman saya kembali turun setelah mengelilingi puncak rata Paserang. Kami turun dengan ratusan memori yang tersimpan dalam bentuk foto dan ingatan indah dalam otak kami. Saat turunpun kami masih belum puas. Kami bergantian menjadi model dadakan lagi. Pulau Paserang tidak pernah berhenti menggoda. Saat kembali ke pantai beberapa teman saya menceburkan diri ke laut. “Wei puasa”. kata salah satu dari kami mengingatkan, tapi akhirnya diapun ikutan, tidak tahan dengan godaan warna laut turquoise Pulau Paserang. Saya berusaha menahan diri dengan kuat, saya memang berhasil tapi alhasil saya membawa pulang penyesalan yang dalam hingga ke Amerika dan harus menunggu satu tahun lagi untuk bisa menikmati laut Paserang. Parahnya lagi di Amerika saya akan tinggal di negara bagian Iowa “The Locked Land” alias berada di tengah-tengah negara bagian lain dan jauh dari laut.

Sebelum meniggalkan pulau ini, kami mengucapkan selamat tinggal kepada kru Pulau Paserang dan meminta mereka menamakan jalan setapak yang tak bernama itu dengan nama “Jalan Surga”. Merekapun menyanggupi akan menyampaikan ide ini pada atasan mereka.


Anak-anak di Kepulauan Balu
Dermaga Kepulauan Balu
Ferry dari Pelabuhan Lombok ke Pelabuhan Pototano, Sumbawa

Untuk mencapai Pulau Paserang saya dan teman-teman naik motor dengan route Mataram-Sweta-Narmada-Masbagek-Pringgabaya-Pelabuhan Kayangan. Di Pelabuhan Kayangan kami naik kapal Ferry dengan ongkos Rp. 54.000/permotor. Perjalanan laut memakan waktu sekitar 2 jam untuk sampai di Pelabuhan Pototano. Sedangkan dari Pelabuhan Pototano ke Pelabuhan Kepulauan Balu hanya lima menit naik motor, sangat dekat karena Pulau Paserang terletak di Desa Pototano, Sumbawa Barat. Tidak ada public boat yang tersedia. Boat biasanya tersedia pada hari-hari tertentu seperti pada hari lebaran plus satu atau plus dua. Kamipun pergi ke rumah warga untuk mencari nelayan yang mau mengantarkan kami. Teman saya punya skill menawar yang cukup baik, dari harga Rp. 500.000 bisa turun menjadi Rp. 300.000. Di pulau paserang tidak ada warung, jadi kalau datang kemari sebaiknya membawa bekal  sendiri apalagi kalau tidak puasa. Pakailah tabir surya yang tebal supaya kulit tidak belang. Sebaiknya mendaki bukit pada pagi atau sore hari untuk menghindari terik matahari. Jangan lupa bawa alat snorkeling dan baju renang kalau tidak mau menyesal!

Comments

  1. waduh mas keren sekali tempat ini bisa saya minta nomor hp yg bisa saya hubungin disana kira kura kalau hrs bermalam mrk matok harga berapaan tuh semalam... makasih mas infonya ... kalau mau liat2 prrjalanan saya ada disini ...
    http://benivio.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Saya mbk hehe, kalo ke sana camping ngak bayar, kebetulan waktu ke sana bungalownya belum dibuka and diresmikan, baru dibangun jadi waktu aku tanya harga mereka ngak tahu. kalau mau ke sana aku ada no hp boat untuk nyebrang dari Pototano ke pulau Paserang, mau?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Esai AAS: Kamu Melamar Apa atau Siapa?

Anatomi Essay Penerima Beasiswa CCIP

ESSAY REVIEW: Perempuan Penerima Tiga Beasiswa