|
Photo oleh Ridhwan Riza |
Menjadi seorang single di usia
akhir 20an adalah tantangan yang cukup besar terutama bagi perempuan dan
laki-laki yang tinggal di Indonesia. Tekanan tidak hanya datang dari lingkungan
keluarga. Tetapi juga dari lingkungan sekitar dan masyarakat. Tidak jarang hal
ini juga menjadi alasan banyak orang untuk menikah lebih cepat. Dalam budaya
timur, menikah merupakan suatu keharusan. Kepercayaan bahwa pernikahan adalah
salah satu cara utama untuk mencapai iman dan kebahagiaan yang sempurna masih
tetap kuat. Kata “tidak menikah” terdengar kurang religious. Sampai saat ini
perjodohanpun masih berlaku di beberapa daerah di Indonesia. Di Wakatobi—Salah satu kabupaten
yang berada di Sulawesi Tenggara—setiap tahunnya diadakan upacara mencari jodoh
yang dikenal dengan nama Kabuenga. Tradisi ini bermula karena sebagian besar
pemuda Wakatobi pergi melaut dan merantau. Mereka tidak punya banyak kesempatan
untuk bertemu dengan gadis-gadis di desanya. Melalui Kabuenga, pemuda dan
pemudi ini dipertemukan.
|
Photo oleh Ridhwan Riza |
Sekarang Kabuenga tidak hanya
menjadi ritual khusus. Kadang-kadang diadakan 2 kali setahun pada acara
festival budaya setempat yang ditujukan untuk menarik jumlah wisatawan domestik
maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Wakatobi. Pada bulan Januari 2011
saya berkesempatan untuk mengikuti Upacara Perjodohan ini.
Prosesi upacara Kabuenga
terbilang cukup panjang. Untuk para wanita terntu saja lebih panjang lagi
karena harus bangun pagi dan didandani dengan pakaian khas dan make up ala Wakatobi. Sebelum menuju ke
tempat Upacara kabuengan saya harus pergi ke rumah kakek yang dituakan oleh
keluarga angkat saya. Beliau membacakan doa dan menyirami kepala saya dengan
beberapa tetes air.
|
Photo oleh Ridhwan Riza |
Tempat berlangsungnya upacara
Kabuenga sudah dipenuhi oleh warga desa dan pemuda-pemudi yang siap mencari
jodoh. Untuk peserta perempuan, kami diberikan satu gelas dan sebotol minuman. Prosesi
dimulai oleh para ibu-ibu dan gadis-gadis yang diharuskan untuk mengelilingi
ayunan selama tujuh kali sambil melantunkan lagu yang berisi doa dan harapan.
Setelah itu bapak-bapak dan peserta laki-laki melakukan hal yang sama. Prosesi
dilanjutkan dengan pemberian minuman oleh perempuan dan saweran oleh peserta
laki-laki. Selain itu perempuan juga akan bejualan bersama keluarganya. Upacara
Kabuenga diakhiri dengan berayun pada ayunan yang telah dikelilingi tersebut.
Dipercaya jika berayun diayunan tersebut kelak akan berjodoh dan hidup dengan
bahagia. Upacara Kabuenga biasanya
dilakukan setelah Lebaran Idul Fitri. Moment ini sangat tepat untuk perjodohan
di mana semua pemuda dan pemudi mudik berkumpul dengan keluarga mereka.
wahh yang belum dapat jodoh bisa datang nih ke wakatobi hehe
ReplyDeleteCobain travelling ke dataran tinggi dieng : Paket Wisata Dieng dan penawaran terbatas Paket Wisata Dieng